Miftahur Rahmat, 131109043 (2018) Pengasuhan Anak Oleh Isteri Non Muslim (Study Komperatif Antara Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi'i. Skripsi thesis, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Miftahur Rahmat.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.
Download (1MB) | Preview
Abstract
Islam telah menetapkan hak pengasuhan anak kepada pihak isteri. Karena isteri labih mampu untuk merawat dan mendidik anak. Namun, dalam kasus isteri yang beragama non-muslim, ulama masih berbeda pendapat. Penelitian ini secara khusus
mengkaji dua pendapat ulama mazhab, yaitu mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i. Adapun tujuannya yaitu untuk mengetahui pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi’i tentang pengasuhan anak terhadap isteri non muslim, serta mengetahui metode istinbāṭ dan sebab perbedaan pendapat Imam Hanafi dan Imam Syafi’i. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi pustaka. Data yang terkumpul dikaji melalui metode analisis-komperatif. Hasil analisa penelitian menunjukkan bahwa menurut Imam Hanafi, hukum pengasuhan anak bagi wanita non-muslim diperbolehkan. Ia tidak mensyaratkan pihak yang mengasuh harus beragama Islam. Karena, pengasuhan itu tidak lain hanya sekedar merawat anak dan menyusuinya. Menurut Imam Syafi’i, beragama Islam merupakan salah satu syarat mendapatkan hak asuh anak. wanita non-muslim tidak boleh diberikan hak mengasuh anaknya yang muslim. Karena, pengasuhan itu sama halnya seperti perwalian, selain itu pengasuhan tidak hanya sebatas merawat jasmani anak, melainkan juga mendidik anak, termasuk dalam hal akidah anak. Dalil yang digunakan Imam Hanafi dalam istinbāṭ (menetapkan) hukum tersebut yaitu merujuk pada ketentuan hadis riwayat Abu Daud terkait anak memilih bapaknya yang muslim. Menurut Imam Hanafi, ketentuan hadis ini tidak mengikat, di samping tidak ada ketentuan Rasulullah yang menunjukkan adanya larangan wanita non-muslim mengasuh anak. Kemudian, Imam Hanafi menggunakan ketentuan hadis riwayat Abu Daud terkait ibu berhak mengasuh anak setelah perceraian selama ia belum menikah. Hadis ini menurut beliau berlaku umum untuk semua ibu, baik muslim maupun kafir. Sedangkan dalil yang digunakan Imam Syafi’i merujuk kepada ketentuan ayat al-Qur’an, di antaranya surat al-Baqarah ayat 217, surat al-Tahrim ayat 6, dan surat al-
Nisa’ ayat 141. Intinya, ketiga ayat ini mengindikasikan adanya larangan memberikan hak asuh pada wanita non-muslim (kafir atau murtad). Selain itu, Imam Syafi’i juga merujuk pada ketentuan hadis Riwayat Abu Daud tentang anak memilih
ayahnya yang muslim sebagai pengasuh. Namun, Imam Syafi’i memahaminya sebagai ketentuan adanya larangan Rasulullah untuk memberikan hak asuh pada wanita kafir. Sebagai saran, pemerintah hendaknya memasukkan ketentuan syaratsyarat
pengsuhan dalam peraturan peundang-undangan. Sehingga, bagi masyarakat muslim Indonesia dapat meneyelsaikan persoalan pengasuhan berdasarkan peraturan tersebut.
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Additional Information: | Pembimbing: 1.Dr.Agustin Hanafi,Lc,MA 2.Arifin Abdullah,S.Hi,MA |
Uncontrolled Keywords: | Pengasuhan,Anak,Isteri |
Subjects: | 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X4 Fiqih > 2X4.3 Hukum Perkawinan (Munakahat) > 2X4.37 Menyusui dan Mengasuh / Memelihara Anak |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Hukum Ekonomi Syariah |
Depositing User: | Miftahur Rahmat |
Date Deposited: | 16 Jan 2018 13:35 |
Last Modified: | 16 Jan 2018 13:35 |
URI: | https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/2070 |