Kedudukan Pencatatan Hutang Perspektif Fiqh Muamalah (Studi Pandangan M. Mutawallī al-Sya’rāwī)

Rika Rahmayuni, 140102020 (2019) Kedudukan Pencatatan Hutang Perspektif Fiqh Muamalah (Studi Pandangan M. Mutawallī al-Sya’rāwī). Skripsi thesis, UIN AR-RANIRY.

[thumbnail of Kedudukan Pencatatan Hutang Perspektif Fiqh Muamalah (Studi Pandangan M. Mutawallī al-Sya’rāwī)]
Preview
Text (Kedudukan Pencatatan Hutang Perspektif Fiqh Muamalah (Studi Pandangan M. Mutawallī al-Sya’rāwī))
Rika Rahmayuni, 140102020, FSH, HES, 082165647862.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (2MB) | Preview

Abstract

Perspektif Islam tentang akad utang-piutang masuk dalam akad sosial. Akad utang dibolehkan berdasarkan Alquran, hadis, dan ijmak para ulama. Hanya saja, para ulama tidak pada dalam menetapkan kedudukan hukum pencatatan utang. Jumhur ulama menyatakan pencatatan utang tidak wajib, sementara pendapat sebagian lainnya menyatakan wajib. Mutawallī Al-Sya’rāwī merupakan salah satu tokoh yang berpendapat wajibnya mencatat utang. Hal ini cenderung berbeda dengan pendapat mayoritas ulama. Pendapat al-Sya’rāwī menarik diteliti karena ada relevansinya dengan konteks akutansi modern. Fokus yang menjadi perhatian penelitian ini adalah untuk mengetahui Mutawallī al-Sya’rāwī mewajibkan pencatatan hutang, dan mengetahui dalil dan metode istinbāṭ yang digunakan Mutawallī al-Sya’rāwī. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi pustaka (library research). Data-data yang dikumpulkan dianalisis melalui cara deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Muḥammad Mutawallī al-Sya’rāwī, kedudukan hukum pencatatan utang adalah wajib. Hal ini didasari oleh perintah dalam Alquran QS. al-Baqarah ayat 282 yang mewajibkan menulis utang, serta beberapa manfaat dan kegunaan catatan utang. Dalil yang digunakan Muḥammad Mutawallī al-Sya’rāwī mengacu pada ketentuan QS. al-Baqarah ayat 282 dan QS. Yūsuf ayat 55. Ketentuan QS. al-Baqarah ayat 282 digunakan dalam soal perintah wajib mencatat utang. Sementara ketentuan QS. Yūsuf ayat 55 menurut Muḥammad Mutawallī al-Sya’rāwī berkaitan dengan syarat pencatat utang. Adapun metode istinbāṭ yang ia gunakan cenderung pada dua penalaran sekaligus, yaitu bayanī dan istiṣlāḥī. Metode bayanī tempat pada telaah atas lafaz “فَٱكۡتُبُوهُۚ”, yaitu sebagai lafaz amar “أمر” yang menunjukkan makna perintah wajib. Sementara penalaran istiṣlāḥī yang ia gunakan terlihat saat ia menerangkan kegunaan dan manfaat dari pencatatan utang. Menurutnya, pencatatan utang digunakan untuk melindungi hak dari pemilik harta, atau demi manfaat dan kemaslahatan kedua pihak yang melakukan akad.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Pembimbing I : Dr. Muhammad Maulana, M.Ag Pembimbing II : Riyadhus Sholihin, S.Sy., MH
Uncontrolled Keywords: Pencatatan Hutang, Perspektif Fiqh Muamalah.
Subjects: 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X4 Fiqih > 2X4.2 Mu'amalat > 2X4.29 Aspek Muamalat Lainnya
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Hukum Ekonomi Syariah
Depositing User: Rika Rahmayuni Rika
Date Deposited: 19 Aug 2020 09:33
Last Modified: 19 Aug 2020 09:33
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/13109

Actions (login required)

View Item
View Item