Susi Fajriana, 111309765 (2017) Larangan Pernikahan dengan Pengindap Penyakit HIV/AIDS (Analisis Perbandingan Terhadap Fatwa MUI Tahun 1997 Tentang Tuntunan Syari'ah Islam dalam Bersikap, Bergaul, dan Merawat Penderita HIV/AIDS Dilihat dari Sudut Maslahah. Skripsi thesis, UIN AR-Raniry Banda Aceh.
Untitled.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.
Download (1MB) | Preview
Abstract
Pernikahan hendaknya dilakukan oleh dua orang yang memiliki kesehatan jasmani dan rohani. Ulama fikih telah membicarakan hukum pernikahan bagi pengidap penyakit. Dewasa ini, penyakit yang menular dan membahayakan justru telah diidap oleh banyak orang. Salah satunya penyakit HIV/AIDS. Terkait hukum pernikahannya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah memberikan fatwanya. Pertanyaan mendasar penelitian ini yaitu bagaimana pandangan hukum terhadap perkawinan bagi orang yang memiliki penyakit, bagaimana pandangan MUI tentang hukum menikah bagi pengidap penyakit HIV/AIDS, bagaimana dalil dan metode istimbath MUI serta bagaiman analisis fatwa MUI dilihat dari sudut maṣlaḥah. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan jenis studi pustaka (library research). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam Islam, orang yang memiliki penyakit seperti impoten, lepra, kusta dan penyakit belang tidak dianjurkan untuk menikah. Karena, dapat memberi mudharat pada pasangannya. MUI melarang pernikahan bagi pengidap penyakit HIV/AIDS. Dalil hukum yang digunakan MUI merujuk pada tiga macam. Pertama, MUI merujuk pada ketentuan hadis qudsi terkait dengan diharuskannya bersikap dan bergaul dengan baik kepada pengidap penyakit, termasuk pengidap HIV/AIDS. Kedua, MUI merujuk pada hadis riwayat Ibnu Abbas. Dalil ini digunakan dalam hal batasan bergaul antara seseorang dengan pengidap penyakit HIV/AIDS atau sebaliknya. Hal ini demi menghindari bahaya yang ditimbulkan akibat penularan virus HIV. Ketiga, MUI menggunakan dalil dua Kaidah Fiqhiyyah tentang kemaslahan dan kemudharatan. Intinya, dua dalil Kaidah ini memperkuat dalil hadis dari Ibnu Abbas, dimana seseorang tidak boleh membahayakan dirinya dan membahayakan orang lain, salah satunya dengan larangan melakukan pernikahan. Adapun metode istinbath MUI adalah metode sād al-zara’ī. Di mana, larangan menikah bagi pengidap penyakit tersebut sebagai jalan untuk menutup bahaya dan kerusakan yang lebih besar, yaitu menghindari penularan virus HIV. Ditinjau dari sudut maṣlaḥah, larangan pernikahan bagi pengidap penyakit HIV/AIDS seperti tersirat dalam Fatwa MUI Tentang Tuntunan Syari’ah Islam dalam Bersikap, Bergaul dan Merawat Penderita HIV/AIDS, merupakan usaha untuk menghidarkan dari bahaya bagi pasangan nikah. larangan tersebut masuk dalam kategori memenuhi maṣlaḥah ḍaruriyyah, yaitu untuk menjaga jiwa (hifż nafs) dan keturunan (hifż al-nasl).
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Additional Information: | Pembimbing: 1. Dr. Muslim Zainuddin. M.Si; 2. Amrullah LLM |
Uncontrolled Keywords: | larangan, Pernikahan, HIV/AIDS |
Subjects: | 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X4 Fiqih > 2X4.3 Hukum Perkawinan (Munakahat) > 2X4.38 Perbandingan Munakahat dengan Hukum Perkawinan Lain |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Hukum Keluarga |
Depositing User: | SH SUSI SUSI FAJRIANA |
Date Deposited: | 07 Nov 2017 04:14 |
Last Modified: | 07 Nov 2017 04:14 |
URI: | https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/1547 |