Oleh: Dr. Zulhelmi, MHSc
Setiap tanggal 01 Mei seluruh warga dunia memperingati hari buruh. Indonesia sendiri, sejak tahun 2013 sudah menjadikan tanggal 01 Mei sebagai hari libur nasional dalam rangka memperingati hari buruh internasional. Lantas mengapa hari buruh itu dianggap penting, sehingga menjadi hari libur nasional??.
Bagaimana pula kontribusi para buruh dalam keberlangsungan hidup umat manusia di atas bumi ini? Serta bagaimana pandangan Islam terhadap kaum buruh? Tulisan singkat ini ingin memberikan ulasan sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas.
Selama ini, pihak yang terlihat senantiasa komitmen membela kepentingan dan nasib hidup kaum buruh adalah kaum sosialis. Hal tersebut wajar karena meningkatkan kesejahteraan kaum buruh serta menaikkan derajat mereka menjadi manusia seutuhnya menjadi tujuan akhir dari paham sosialisme. Namun demikian, jauh sebelum ideologi sosialisme muncul, Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin hadir menjadi rahmat bagi alam semesta dan seluruh penghuninya, termasuk rahmat bagi buruh. Akan tetapi, sebelum sampai pada pembahasan ini, alangkah lebih baiknya kita melihat dulu di mana posisi kaum buruh dalam piramida kehidupan umat manusia.
Sudah menjadi hukum alam bahwa kelas sosial dalam kehidupan masyarakat itu terbagi kepada tiga: kelas bawah, kelas menengah dan kelas atas. Jumlah manusia yang menempati kelas bawah paling banyak (mayoritas) dan semakin ke atas semakin sedikit, sehingga ia membentuk seperti piramida. Orang-orang yang menempati posisi kelas atas tidak banyak (minoritas), namun mereka menjadi penentu kebijakan atas keberlangsungan hidup semua manusia. Hal tersebut dikarenakan mereka memiliki akses terhadap modal dan juga memiliki kekuasaan. Sedangkan warga masyarakat kelas menengah , keberadaan mereka di tengah-tengah piramida, tidak ke bawah dan juga tidak ke atas.
Menurut klasifikasi Karl Marx (1818-1883), kelas sosial masyarakat bawah disebut proletar dan kelas sosial masyarakat atas disebut borjuis. Ia kerap sekali mempertentangkan kaum proletar dengan kaum borjuis, karena terjadinya ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan oleh kaum borjuis terhadap kaum proletar. Dalam teori Karl Marx, warga kelas bawah ini berasal dari masyarakat yang berprofesi sebagai buruh di industri atau pabrik, sedangkan warga kelas masyarakat atas adalah pemilik modal, yaitu pemilik industri atau pabrik itu sendiri.
Kontribusi kaum buruh ini terletak pada pengorbanan tenaga dan waktu mereka untuk menghasilkan produk yang diinginkan oleh pemodal. Namun, meskipun mereka mengorbankan waktu dan tenaga dalam jumlah yang sangat maksimal, akan tetapi hal tersebut tidak akan mampu menjadikan kehidupan mereka menjadi sejahtera, karena hasil yang telah mereka kerjakan dinikmati sebagian besarnya oleh pemilik modal. Dengan bahasa yang sederhana, mereka bekerja secara maksimal, akan tetapi menikmati hasil pekerjaannya secara minimal. Di sinilah terjadinya ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan pemilik modal terhadap buruhnya.
Teori pertentangan kelas itu muncul sebagai reaksi Karl Marx atas fenomena sosial yang terjadi di depan matanya pada abad ke -19 di saat manusia sedang menjalani revolusi industri. Artinya, teori itu muncul sebagai respons terhadap realita yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Eropa, bukan sebagai wahyu atau ilham yang dibimbing langsung oleh Tuhan. Penekanan ini dianggap penting karena untuk menunjukkan sisi perbedaan antara teori sosialisme dengan ajaran Islam yang sama-sama memperjuangkan hak-hak kaum buruh.
Adapun dalam konteks keindonesiaan terkini, apa yang dibicarakan oleh Karl Marx dulu ternyata masih tetap saja terjadi. Artinya kaum buruh itu belum mampu mengubah hidupnya menjadi manusia seutuhnya. Padahal kontribusi mereka itu sangat signifikan dalam siklus perekonomian Indonesia. Mereka menjadi garda terdepan dalam perputaran roda perekonomian. Mungkin dalam bahasa agama dikatakan sudah menjadi takdir kehidupan mereka untuk selalu berada di bawah. Namun dalam perspektif Islam, meskipun tidak mungkin menghilangkan perbedaan kelas sosial itu, akan tetapi bukan berarti mereka menjadi hina. Melainkan mereka tetap manusia yang mulia dan terhormat, karena Islam memang tidak melihat kemuliaan dan kehormatan seseorang pada harta kekayaan, jenis kelamin, suku, bangsa dan ras, melainkan pada ketakwaan seseorang kepada sang Penciptanya.
Islam yang hadir sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam semesta dan penghuninya, memuliakan kaum buruh sebagai manusia yang bermartabat. Salah satu bentuk apresiasi Islam terhadap kaum buruh adalah perintah Nabi Muhammad SAW agar menyegerakan pembayaran gaji buruh dan tidak menahan-nahannya.
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadisnya:
أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ
Artinya: bayarlah gaji buruhmu sebelum keringatnya kering (HR Ibnu Majah)
Ungkapan hadis tersebut walaupun singkat namun memiliki makna yang sangat mendalam. Penggunaan bahasa sebelum kering keringatnya itu menjadi tolak ukur jangka waktu pembayaran upah atau gaji seorang buruh, meskipun tidak dipahami secara kaku. Maksudnya, pembayaran gaji buruh harus segera diberikan setelah ia selesai melaksanakan pekerjaannya agar ia bisa merasakan hasil keringatnya sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Keringat itu dalam bacaan semiotika bahasa merupakan simbol dari kesusahan atau kepayahan dan pengorbanan tenaga serta waktu untuk melakukan sebuah pekerjaan tertentu.
Selain hadis di atas, al-Qur’an juga memerintahkan kepada seluruh umat Islam untuk berbuat adil kepada sesama manusia. Banyak sekali ayat al-Qur’an yang berbicara tentang keadilan, di antaranya dalam surat al-Maidah ayat 8 yang berbunyi:
اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
Artinya: berbuatlah keadilan karena ia paling dekat kepada taqwa
Meskipun ayat tersebut tidak dikhususkan untuk kaum buruh, akan tetapi perintah berbuat keadilan itu berlaku umum kepada seluruh lapisan manusia, termasuk di dalam buruh. Keadilan menjadi hal yang sangat penting bagi manusia karena tanpa keadilan, maka akan terjadi penindasan, kezaliman dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh orang kuat terhadap orang lemah. Dalam konteks hubungan buruh dengan pemodal, maka keadilan juga harus diterapkan agar buruh bisa menikmati hasil sewajarnya atas pengorbanan waktu dan tenaga yang telah ia berikan.
Selain berbuat adil, hubungan antara buruh dengan pemodal adalah hubungan simbiosis mutualisme atau saling bekerja sama untuk menghasilkan keuntungan. Artinya, buruh itu sebagai mitra kerja pemodal yang tidak boleh dieksploitasi secara tidak manusiawi. Dengan demikian, dari sisi kemanusiaan, baik buruh maupun pemodal, kedua-duanya memiliki kesetaraan atau persamaan hak sebagai manusia yang mulia. Hal tersebut karena dalam pandangan Islam letak kemuliaan seseorang itu pada ketakwaannya, bukan pada yang lain (al-Qur’an: Surat al-Hujurat, Ayat 13).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka jelas bahwa ternyata jauh sebelum kaum sosialis berjuang membela hak-hak kaum buruh, Islam sudah hadir untuk menghargai kaum buruh sebagai manusia yang mulia dan bermartabat. Namun, kenyataan di lapangan hingga saat ini nasib kaum buruh masih saja belum berubah. Oleh karena itu, sudah sewajarnya ada satu hari khusus untuk memperingati jasa-jasa kaum buruh, supaya dapat menggugah hati para pemilik modal bahwa ada sekelompok mayoritas manusia yang bertengger di bawah untuk mempertahankan posisi nyaman mereka di pucuk piramida. Siapa tahu, atas izin Allah SWT orang-orang yang menempati posisi di pucuk piramida itu akan terbuka pintu hatinya untuk menyadari pengorbanan orang-orang bawah/lemah, sehingga terciptanya sebuah suasana egaliter dan keadilan di tengah-tengah kondisi sosial ekonomi yang sangat rumit seperti saat ini.
Terimakasih kaum buruh atas pengorbananmu selama ini. Meskipun jasa-jasamu sering dilupakan manusia, namun Allah SWT tidak pernah lupa karena Dia tidak tidur dan senantiasa memelihara dan menjaga hamba-hamba-Nya yang sedang mencari rezeki untuk menafkahi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya masing-masing. Selamat hari buruh sedunia !
Penulis:
Ketua Program Studi Bahasa dan Sastra Arab
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry