Kedudukan Hukum Saksi Perempuan Dalam Akad Nikah (Studi Perbandingan Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i)

Jomi Saputra, 131209491 (2019) Kedudukan Hukum Saksi Perempuan Dalam Akad Nikah (Studi Perbandingan Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i). Skripsi thesis, UIN AR-RANIRY.

[thumbnail of Kedudukan Hukum Saksi Perempuan Dalam Akad Nikah (Studi Perbandingan Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i)]
Preview
Text (Kedudukan Hukum Saksi Perempuan Dalam Akad Nikah (Studi Perbandingan Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i))
Jomi Saputra, 131209491, FSH, SPM, 081242470074.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (6MB) | Preview

Abstract

Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila ada dua orang saksi yang menyaksikan akad nikah tersebut. Menurut Imam Hanafi saksi dalam akad nikah tidak harus bersifat adil, orang fasik boleh menjadi saksi. Sedangkan menurut Imam syafi’I saksi nikah haruslah orang yang bersifat adil dan harus dua orang laki-laki. Dari latar belakang tersebut melahirkan dua rumusan masalah yaitu, bagaimana metode yang digunakan Imam Hanafi dan Syafi’i tentang saksi perempuan dalam akad nikah dan apa unsur-unsur perbedaan pendapat imam Hanafi dan Syafi’i tentang saksi nikah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian komparatis, yaitu metode upaya membandingkan hasil yang diperoleh, sehingga dicapai sebuah kesimpulan sebagai penyelesaian dari pokok permasalahan ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode yang digunakan Imam Hanafi dan Syafi’i tentang saksi perempuan dalam akad nikah dan untuk mengetahui unsur-unsur perbedaan pendapat imam Hanafi dan Syafi’i tentang saksi nikah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama metode istinbath mazhab Hanafi mencukupkan kesaksian seorang perempuan berdasarkan hadits Nabi “Bahwasannya Nabi SAW membolehkan kesaksian seorang bidan (atas kelahiran bayi) sendiriannya. Sedangkan metode istinbath imam Syafi’i mengharuskan paling sedikit adanya empat orang saksi perempuanberdasarkan hadist Dari Zuhri, bahwa tidak boleh menjadi saksi seorang perempuan dalam dalam masalah hudud,dan tidak boleh dalam masalah pernikah dan juga masalah thalak. Kedua, unsur perbedaan pendapat imam Hanafi dan Syafi’I tentang saksi nikah ialah berbeda dalam mengistibathkan hukum dari 2 hadist yang berbeda sehingga Imam Hanafi membolehkan kesaksian perempuan dalam akad nikah yaitu satu berbanding dua. Sedangkan Imam Syafi’i saksi nikah harus laki-laki, dan apabila mengharuskan perempuan maka perempuan tersebut harus berjumlah 4 orang.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Pembimbing I : Dr. Hj. Soraya Devy, M.Ag. Pembimbing II : Yenny Sri Wahyuni, SH, MH
Uncontrolled Keywords: Saksi Perempuan, Akad Nikah, Mazhab Hanafi, Mazhab Syafi’i
Subjects: 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X4 Fiqih > 2X4.3 Hukum Perkawinan (Munakahat) > 2X4.312 Rukun Nikah, termasuk Akad Nikah
300 Sociology and Anthropology (Sosiologi dan Antropologi) > 305 Kelompok sosial > 305.4 Perempuan
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Perbandingan Mazhab
Depositing User: Jomi Saputra
Date Deposited: 19 Apr 2021 04:30
Last Modified: 19 Apr 2021 04:30
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/16970

Actions (login required)

View Item
View Item