Ketentuan Fiqh Siyāsah Terhadap Perbuatan Tercela Sebagai Syarat Pemberhentian Kepala Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Rahma Desya Fera, 160105048 (2021) Ketentuan Fiqh Siyāsah Terhadap Perbuatan Tercela Sebagai Syarat Pemberhentian Kepala Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Skripsi thesis, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry.

[thumbnail of Fiqh Siyāsah]
Preview
Text (Fiqh Siyāsah)
Rahma Desya Fera, 160105048, FSH, HTN, 082166439114.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (6MB) | Preview

Abstract

Melakukan perbuatan tercela sebagai syarat pemberhentian kepala daerah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah mengandung penjelasan multi tafsir karena tidak diuraikan secara jelas mengenai kriteria dan batasan perbuatan tercela tersebut. Perumusan norma demikian tidak sesuai dengan prinsip negara hukum demokratis, legalitas dan kepastian hukum. Menurut fiqh siyāsah juga tidak ditemukan secara jelas mengatur mengenai ketentuan pemberhentian kepala daerah atas dasar melakukan perbuatan tercela. Rumusan masalah penelitian adalah bagaimana ketentuan perbuatan tercela sebagai syarat pemberhentian kepala daerah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan bagaimana ketentuan fiqh siyāsah terhadap perbuatan tercela sebagai syarat pemberhentian kepala daerah. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Jenis data digunakan adalah bahan hukum sekunder. Pemberhentian kepala daerah diusulkan kepada presiden berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah melakukan perbuatan tercela. Perbuatan tercela melanggar norma agama dan adat. Pendapat DPRD diputuskan melalui Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri ¾ dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan 2/3 dari anggota DPRD yang hadir. MA wajib memutuskan pendapat DPRD. Ketentuan fiqh siyāsah terhadap perbuatan tercela sebagai syarat pemberhentian kepala daerah menurut kitabal Al-Aḥkām Sulṭāniyyāh karangan Imam Mawardi menjelaskan perbuatan tercela sebagai perubahan akhlak bisa diberhentikan dari kepala daerah. Al-Baqillani menjelaskan kepala daerah melakukan perbuatan tercela, menyebabkan ia diberhentikan dari jabatannya. Pendapat Al-Maududi mengenai pemberhentian kepala daerah dapat diberhentikan dalam melaksanakan tugas menyelewengkan amanah rakyat berhentikan oleh umat.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Subjects: 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X6 Sosial dan Budaya > 2X6.2 Politik > 2X6.22 Sistem Pemerintahan
300 Sociology and Anthropology (Sosiologi dan Antropologi) > 340 Law/Ilmu Hukum
Depositing User: Rahma Desya Fera Fera
Date Deposited: 01 Mar 2022 03:43
Last Modified: 01 Mar 2022 03:43
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/20075

Actions (login required)

View Item
View Item