Pandangan Ibnu Hazm Terhadap Putusan Hakim Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh Nomor 434/Pdt.G/2020/Ms.Bna Tentang Perceraian Disebabkan Impotensi

Novianti, 170101008 (2021) Pandangan Ibnu Hazm Terhadap Putusan Hakim Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh Nomor 434/Pdt.G/2020/Ms.Bna Tentang Perceraian Disebabkan Impotensi. Other thesis, UIN Ar-Raniry.

[thumbnail of Pandangan Ibnu Hazm Terhadap Putusan Hakim Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh Nomor 434/Pdt.G/2020/Ms.Bna Tentang Perceraian Disebabkan Impotensi] Text (Pandangan Ibnu Hazm Terhadap Putusan Hakim Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh Nomor 434/Pdt.G/2020/Ms.Bna Tentang Perceraian Disebabkan Impotensi)
Novianti, 170101008, FSH, HK, 085261346657.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (2MB)

Abstract

Perceraian terjadi memiliki sebab-sebab tersendiri. Di antaranya karena syiqaq, kekerasan, dan lainnya. Namun faktanya, perceraian dapat dilakukan akibat syiqaq karena alasan disfungsi seksual (impotensi). Penelitian ini secara khusus menganalisis Putusan Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Nomor 434/Pdt.G/2020/Ms.Bna.Jika kita tinjau berdasarkan pendapat Ibnu Hazm, maka putusan Nomor 434/Pdt.G/2020/Ms.Bna ini sangat bertentangan karena seharusnya impotensi tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk bercerai bagi pasangan pandangan Ibnu Hazm terhadap perkara tersebut bahwa beliau tidak membolehkan hakim suami istri. Adapun tujuan penelitian ini yaitu mengetahui perceraian disebabkan oleh impotensi menurut Ibnu Hazm, serta mengetahui putusan Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Nomor 434/Pdt.G/2020/Ms.Bna dalam perspektif Ibnu Hazm. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan hukum normatif dengan penelitian pustaka (library research). Data yang terkumpul dikaji melalui metode analisis deskriptif dan metode komparatif. Hasil analisa penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Ibnu Hazm berpendapat bahwa perkawinan tidak dapat difasakhkan karena adanya cacat atau aib pada suami atau istri. Ibnu Hazm hanya mengakui delapan macam saja yang bisa menyebabkan fasakh nikah. Untuk itu perkawinan tetap berlangsung sampai ada penyebab lain sebagai jalan perpisahan. Beliau baru menerima fasakh apabila hadis-hadis nya shahih, Ibnu Hazm menolak fasakh nikah dengan alasan cacat karena tidak ada satupun dalil atau nash yang shahih baik dalam Al-Quran, Sunnah, Ijmak, Qiyas maupun logika yang membolehkan fasakh tersebut. Kedua, Hakim MS. Bna melihat dalam rumah tangga tersebut seringkali terjadi pertengkaran dan perselisihan karena tergugat mengalami gangguan (sakit) disfungsi seksual (impoten) yang menyebabkan tergugat tidak mampu memberikan nafkah batin kepada penggugat sebagaimana layaknya suami istri. Pihak keluarga telah mendamaikan, tetapi harapan untuk hidup bersama tidak ada lagi. Sedangkan yang memfasakh atau memberikan tempo waktu terhadap perkawinan tersebut, tetapi Ibnu Hazm membolehkan jika suami yang menjatuhkan thalaq kepada istrinya.

Item Type: Thesis (Other)
Subjects: 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X4 Fiqih > 2X4.3 Hukum Perkawinan (Munakahat) > 2X4.33 Perceraian
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Hukum Keluarga
Depositing User: Novianti Novianti
Date Deposited: 24 Jun 2022 02:57
Last Modified: 24 Jun 2022 02:57
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/21520

Actions (login required)

View Item
View Item