Analisis Siyāsah Qaḍhā’iyyah Terhadap Pemberhentian Presiden Melalui Mahkamah Konstitusi

Mulia Sari, 180105089 (2022) Analisis Siyāsah Qaḍhā’iyyah Terhadap Pemberhentian Presiden Melalui Mahkamah Konstitusi. Masters thesis, UIN Ar-Raniry.

[thumbnail of Siyāsah Qaḍhā’iyyah] Text (Siyāsah Qaḍhā’iyyah)
Mulia Sari, 180105089, FSH, HTN, 085280526492-1.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (7MB)

Abstract

Sebelum amandemen, Presiden dapat diberhentikan oleh MPR dengan menggunakan alasan yang bersifat politis bukan yuridis. Hal ini karena belum jelasnya pengaturan mengenai pemberhentian Presiden di dalam UUD 1945. Adapun setelah amandemen, konstitusi Indonesia telah mengatur secara jelas dan tegas alasan dan mekanisme pemberhentian Presiden/Wakil Presiden sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945. Berdasarkan Pasal 7B Ayat (1), pemberhentian Presiden di Indonesia hanya dapat diusulkan oleh DPR kepada MPR, hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada MK untuk diperiksa, diadili, dan diputuskah secara yuridis benar atau tidaknya dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden/Wakil Presiden. Jika putusan akhir MK menyatakan bahwa Presiden bersalah. Barulah usul pemberhentian tersebut dapat diteruskan oleh DPR kepada MPR untuk diberhentikan. Sedangkan, dalam sejarah ketatanegaraan Islam. Pemberhentian kepala negara tidaklah melibatkan lembaga yudikatif di dalamnya. Walaupun dalam ketatanegaraan Islam, juga memiliki lembaga peradilan (qaḍhā’iyyah). Berdasarkan permasalahan tersebut yang menjadi pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana tinjauan siyāsah qaḍhā’iyyah terhadap kewenangan MK dalam pemberhentian Presiden, dan bagaimana relevansi konsep siyāsah qaḍhā’iyyah terhadap kewenangan pemberhentian Presiden melalui MK. Untuk menjawab permasalah tersebut digunakan penelitian Library Research, dengan menggunakan pendekatan Perundang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinjauan siyāsah qaḍhā’iyyah terhadap kewenangan MK dalam pemberhentian Presiden dapat disamakan dengan kewenangan wilayah al-maẓhālim dalam mengadili berbagai kezaliman, penganiayaan dan kesewenang-wenangan penguasa (kepala negara) terhadap rakyatnya. Kemudian, konsep siyāsah qaḍhā’iyyah relevan dengan konsep peradilan di Indonesia. Keduanya sama-sama merupakan peradilan yang merdeka, mandiri, independen serta bebas dari pengaruh (intervensi) pihak manapun. Berdasarkan hal tersebut, maka konsep siyāsah qaḍhā’iyyah relevan dengan kewenangan pemberhentian Presiden melalui MK.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: 200 Religion (Agama) > 297 Islam
300 Sociology and Anthropology (Sosiologi dan Antropologi) > 340 Law/Ilmu Hukum
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Tata Negara
Depositing User: Mulia Sari Mulia
Date Deposited: 26 Jul 2022 02:12
Last Modified: 26 Jul 2022 02:12
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/22059

Actions (login required)

View Item
View Item