Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi Pembatalan Khitbah Dalam Hukum Adat Nagan Raya (Studi Kasus di Desa Kuta Baro Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya)

Assya Yulia, 160101023 (2021) Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi Pembatalan Khitbah Dalam Hukum Adat Nagan Raya (Studi Kasus di Desa Kuta Baro Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya). Masters thesis, UIN Ar-Raniry.

[thumbnail of Pembatalan Khitbah] Text (Pembatalan Khitbah)
Assya Yulia, 160101023, FSH, HK, 082216333231.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (9MB)

Abstract

Dalam melangsungkan proses khitbah, terdapat banyak hal yang akan ditemukan oleh kedua belah pihak (pria dan wanita) terhadap keadaan, karakter, sikap, dan sebagainya, satu sama lain. Sehingga, berkaitan dengan fungsi khitbah tersebut, yaitu sebagai gerbang menuju pernikahan yang di dalamnya terdapat aktivitas yang saling mengenal (ta‟aruf) lebih jauh dengan cara yang makruf. Apabila ketika dalam proses berkenalan tersebut salah satu pihak menilai dan mempertimbangkan adanya ketidakcocokan antara dirinya dengan calon pasangannya maupun sebaliknya, ia berhak untuk membatalkan khitbah tersebut. Terkait pembatalan khitbah yang terjadi pada kalangan masyarakat di Desa Kuta Baro Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya, pihak majelis adat telah menetapkan sanksi mengenai hal tersebut, terdapat dua pertanyaan dalam skripsi ini, pertama, apa sanksi yang diberikan kepada pihak yang membatalkan khitbah?, kedua, bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap sanksi akibat pembatalan khitbah dalam hukum adat Nagan Raya?. Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif kemudian dianalisis deskriptif. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwasanya. Ditinjau dari segi hukum Islam, sanksi adat yang diberikan kepada pihak laki-laki yang membatalkan khitbah, para Imam Madzhab berpendapat bahwa pihak yang melakukan pembatalan berhak meminta kembali mahar yang telah diberikan, Jika yang membatalkan khitbah adalah dari pihak perempuan, Imam Maliki berpendapat, maka pihak yang mengkhitbah berhak meminta kembali pemberian yang telah diberikan kepada pihak yang dikhitbah. Dalam hal ini dikarenakan pihak laki-laki memberikan barang untuk menikahi perempuan tersebut sementara pernikahan itu tidak tercapai, maka secara tidak langsung pihak perempuan tidak berhak untuk mendapatkan pemberian tersebut.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: 200 Religion (Agama)
200 Religion (Agama) > 297 Islam
300 Sociology and Anthropology (Sosiologi dan Antropologi) > 340 Law/Ilmu Hukum
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Hukum Keluarga
Depositing User: Assya Yulia Assya
Date Deposited: 01 Sep 2022 02:37
Last Modified: 01 Sep 2022 02:37
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/22829

Actions (login required)

View Item
View Item