Hukum Darah Yang Keluar Pada Masa Kehamilan (Studi Perbandingan Pendapat As-Sarakhsī Dan Imam An-Nawawi)

Yuyun Efnika, 170103029 (2022) Hukum Darah Yang Keluar Pada Masa Kehamilan (Studi Perbandingan Pendapat As-Sarakhsī Dan Imam An-Nawawi). Other thesis, UIN Ar-Raniry Fakultas Syariah dan Hukum.

[thumbnail of Hukum Darah Yang Keluar Pada Masa Kehamilan (Studi Perbandingan Pendapat As-Sarakhsī Dan Imam An-Nawawi)] Text (Hukum Darah Yang Keluar Pada Masa Kehamilan (Studi Perbandingan Pendapat As-Sarakhsī Dan Imam An-Nawawi))
Yuyun Efnika, 170103029, FSH, PMH, 082276417399.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (3MB)

Abstract

Wanita merupakan makhluk yang istimewa, karena Allah memberi kekhasan seperti mengalami haid, hamil, melahirkan, menyusui, dan lain-lain yang tidak dialami oleh laki-laki. Pada dasarnya wanita yang sedang hamil tidak mengeluarkan darah haid. Namun ada beberapa kasus wanita mengeluarkan darah seperti haid saat hamil. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana pandangan dan metode istinbaṭ as-Sarakhsī dan Imam an-Nawawi mengenai hukum darah yang keluar pada masa kehamilan dan bagaimana akibat hukum dari darah yang keluar saat hamil menurut as-Sarakhsī dan Imam an-Nawawi dalam bidang ibadah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini kualitatif dan jenis penelitian adalah penelitian kepustakaan. Hasil penelitian yang didapati As-Sarakhsī sependapat dengan ulama Hanafi dan Hanbali bahwa wanita hamil tidak mengalami haid. Jadi jika seorang ibu hamil mengeluarkan darah saat hamil, maka itu bukan haid melainkan darah penyakit (istihaḍah) yang terus mengalir bukan waktu normal. Metode istinbaṭ yang digunakan yakni dari dalil nash. Sedangkan Imam an-Nawawi mengikuti pendapat ulama mazhab Maliki dan Syafi'i, darah yang keluar dari wanita hamil apabila memenuhi beberapa syarat seperti lamanya dan ciri-ciri darahnya, maka bisa disebut darah haid. Metode istinbaṭ hukum yang digunakan mengambil dari pandangan yang dikenal dengan qaulal-qādim dan qaulal-jadīd Imam Syafi’i. Akibat hukum dari kedua pendapat tersebut, yang mengatakan keadaan ini disebut istihaḍah tetap wajib melaksanakan semua kewajiban layaknya wanita suci seperti shalat, dan puasa Ramadhan. Yang berpendapat keadaan ini disebut darah haid, maka berlaku semua larangan wanita yang sedang haid, seperti shalat, puasa, ṭawaf, dan dilarang berhubungan badan dengan suaminya.

Item Type: Thesis (Other)
Subjects: 000 Computer Science, Information and System
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Perbandingan Mazhab
Depositing User: Yuyun Efnika
Date Deposited: 28 Sep 2022 02:33
Last Modified: 28 Sep 2022 02:33
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/23417

Actions (login required)

View Item
View Item