Kontribusi Hasan Hanafi dalam Rekonstruksi Ushul Fiqh: Sebuah Studi dengan Pendekatan Filsafat Ilmu

Saifuddin Dhuhri, 30183852 (2021) Kontribusi Hasan Hanafi dalam Rekonstruksi Ushul Fiqh: Sebuah Studi dengan Pendekatan Filsafat Ilmu. Doctoral thesis, UIN Ar-Raniry.

[thumbnail of Kontribusi Hasan Hanafi dalam  Rekonstruksi Ushul Fiqh: Sebuah Studi dengan Pendekatan Filsafat Ilmu] Text (Kontribusi Hasan Hanafi dalam Rekonstruksi Ushul Fiqh: Sebuah Studi dengan Pendekatan Filsafat Ilmu)
Saifuddin Dhuhri, 30183852, PPD, FM.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (15MB)

Abstract

Sudah banyak literatur yang mengkaji dan mengakui tentang pemikiran dan kiprah Hasan Hanafi dalam pembaruan pemikiran ilmu pengetahuan Islam. Namun sayangnya publikasi beliau tentang pembaharuan Ushul Fiqh yang relevan dengan zaman modern tidak mendapat pehartian banyak peneliti. Disertasi ini adalah kajian metodologi penalaran hukum Hasan Hanafi, sebagaimana terdapat dalam Min al-Nash ila al-Waqi'; Takwin al- Nash, Muhawalatu li I'adah bina Ilmi Ushul al-Fiqh (Vol. 1) dan Min al-Nash ila al-Waqi'; Bunyatu al-Nash (Vol. 2). Dengan mempertanyakan metodologi penalaran hukum yang relevan untuk penerapan Syari`at Islam di zaman modern, karya ini merupakan penjabaran kritik Hasan Hanafi terhadap konstruksi Ushul Fiqh klasik, dan usulannya tentang Ushul Fiqh modern. Setelah menganalisa isi buku Ushul Fiqh Hasan Hanafi; Min al- Nash ila al-Waqi'; Takwin al-Nash, Muhawalatu li I'adah bina Ilmi Ushul al-Fiqh (Vol. 1) dan mengunakan pendekatan sejarah perkembangan ushul fiqh, maka ditemukan bahwa Hasan Hanafi berpendapat bahwa ada tujuh konstruk Ushul Fiqh klasik, yaitu; konstruk tunggal, konstruk dua-dua, konstruk tiga-tiga, konstruk empat-empat, konstruk lima-lima, konstruk tujuh-tujuh, dan konstruk delapan-delapan. Selain itu, Hasan Hanafi mengemukakan bahwa konstruk ushul fiqh klasik mengalami problematik, diantaranya; konstruk yang tertutup, konstruk pecah belah, konstruk yang ditransformasikan dan konstruk yang kaku. Pada jilid pertama dengan judul; Min al-Nash ila al-Waqi'; Takwin al- Nash, Muhawalatu li I'adah bina Ilm Ushul al-Fiqh, Hasan Hanafi berpendapat bahwa konstruk ushul fiqh harus merespon krisis sosial dan relevan dengan kesadaran sosial serta harus berlandaskan atas teks ilahi. Dia juga berargumen bahwa konstruk ilmu pengetahuan selalu dalam keadaan berubah-rubah, tetapi tetap dalam ruang lingkup dan bidang yang semestinya. Temuan lain dari disertasi ini adalah Ushul Fiqh Hasan Hanafi modern mengunakan konstruk empat-empat (ruba`i), yang terdiri dari bagian pertama; muqaddimah, bagian kedua; kesadaran sejarah (al-Wa'yu al-Tārikhī), sedangkan ketiga kesadaran teoritis (al- Wa'yu al-Nadharī), dan terakhir tentang kesadaran praksis (al- Wa'yu al-'Amalī). Di bukunya juz pertama ini, Hasan Hanafi berpendapat bahwa semua sumber hukum Islam; Al-Quran, al- Sunnah, al-Ijma' dan al-Qiyas adalah berporos kepada sejarah dan bersifat humanis. Setiap ayat Al-Quran, hadis Nabi, Ijma' dan Qiyas berakar pada praktik dan pengalaman manusia. Al-Quran, oleh karena itu, dianggap sebagai pengalaman mutlak, sementara al-sunnah dianggap sebagai contoh ideal dalam mengaplikasi Syari`at. Adapun al-Ijma' juga dianggap sebagai pengalaman yang dihasilkan secara kolektif oleh suatu masyarakat suatu masa dahulu dalam sejarah. Sedangkan qiyas adalah pengalaman individu. Di sini Hasan Hanafi melihat bahwa ketika sumber-sumber hukum Syari`at di atas digunakan untuk penalaran hukum, maka para mujtahid diharuskan mengunakan teori dan konsep linguistik, padahal teori-teori bahasa itu dibangun dan dibuat berdasarkan kesadaran kolektif manusia dan dilatar belakangi oleh kemanusian, oleh karena itu ke-empat sumber hukum itu hakikatnya adalah humanis. Demikian juga dalam berijtihad, seorang mujtahid diperlukan untuk memahami situasi masyarakat yang sebenarnya, seperti krisis dan penindasan. Proses pemahaman krisis ini dan penggunaan empat sumber hukum tadi, disebut sebagai kesadaran praksis, yaitu; maqāshīd dan ahkam al-Syar'iyah. Menganalisa konstruk Ushul Fiqh Hasan Hanafi pada juz dua, saya berargumen bahwa gagasan Hasan Hanafi tentang metodologi ahlu hadis sebagai paradigma Ushul Fiqh adalah hasil dari abstraksi dari ulumul hadis, seperti metode jarh wa ta`dil, ta`arudh dilalah, naskh wa mansukh dan metode ilmu dirayah hadis lainnya sebagai usaha untuk menemukan syu`ur dan kalam nafsi dari tradisi hadis. Meskipun kata hadis beberapa kali saja disebutkan oleh Hasan Hanafi, penjelasan yang penulis temukan bahwa yang dimaksud dengan metodologi hadis adalah sprosedur tahammul wa al-ada`, kritik sanad dan matan, dan fiqhul hadis. Ia mengagaskan bahwa ilmu hadis dikembangkan secara progresif dalam fase sejarah dan selalu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Islam yang berkembang secara progresif dan mampu menjadi solusi bagi krisis sosial. Misalnya dari ilmu tahammul wal ada` hanya terpaku kepada hafal dan mempertahankan tradisi secara kaku,ke problematika ilmu hadis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Islam; berkembang ke ilmu maghazi, kemudian berkembang lagi ke ilmu sirah dan biographi, kemudian menjadi ilmu sejarah Islam dan akhirnya berkembang menawarkan identitas peradaban kepada umat Islam. Pada setiap fasenya al-ana; indentitas Islam muncul; identitas Nabi, ke identitas rijalul hadis; sirah dan biographi, dan ke identitas kelompok; identitas peradaban Islam dalam historiographi Islam. Selain itu ilmu hadis berkembang dan melahirkan berbagai ilmu lainnya, seperti fiqh, Ushul Fiqh, dan lainnya. Argumen kedua, konstruk Ushul Fiqh Hasan Hanafi memiliki kesamaan dengan metodologi fenomenologi dan dapat berfungsi untuk menjadi pedoman dalam penelitian hukum modern. Hal ini misalnya ia berpendapat bahwa ijtihad itu harus dimulai dari memahami realitas sosial secara ethnographi, kemudian pengunaan hubungan dialektika antara krisis sosial, kesadaran manusia (al- syu`ur dan al-wa`yu) dan wahyu. Meskipun, konsep syu`ur yang digunakan menjadi konsep dasar dan kunci dalam rekonstruksi ushul fiqh, ia menjadikan realitas sosial sebagai pijakan dalam proses ijtihad Ushul Fiqh modern, sehingga sangat relevan dengan zaman modern dan responsif terhadap penyelesaian krisis sosial. Dengan demikian, ia menciptakan konsep dan teori baru untuk mengembangkan ushul fiqh, dan memperluas ruang lingkup dan bidang ushul fiqh. Karya ini tentunya sangat signifikan bagi pengakajian hukum Islam, penerapan Syari`at Islam dan penyempurnaan literatur ushul fiqh. Disini ia menawarkan pemahaman Ushul Fiqh modern yang mampu menanggapi krisis sosial, lokal dan berporos pada teo-antropo-sentrsme dan identitas kolektif.

Item Type: Thesis (Doctoral)
Subjects: 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X7 Filsafat dan Perkembangan > 2X7.1 Filsafat
200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X7 Filsafat dan Perkembangan > 2X7.3 Pendidikan
Divisions: Program Pascasarjana > S3 Fikih Modern (Hukum Islam)
Depositing User: Saifuddin Dhuhri Saifuddin
Date Deposited: 26 Dec 2022 03:22
Last Modified: 26 Dec 2022 03:22
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/24890

Actions (login required)

View Item
View Item