Analisis Pertimbangan DPR Aceh Menolak Pilkada Serentak Tahun 2024

Undang-Undang yang mengatur tentang otonomi khusus Pemerintah Aceh terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006. Aturan pemilu di Aceh selain diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh juga diatur dalam Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota dan juga Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dan Pemilihan di Aceh. Ketika pemilihan kepala daerah dikaitkan dengan Undang-Undang pemilihan kepala daerah yang berlaku saat ini, maka timbul pertanyaan dalam penelitian ini Bagaimana Analisis Pemilihan Kepala Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah, Analisis Pertimbangan dan Argumentasi DPR Aceh yang menolak Pilkada Serentak. Dengan tujuan untuk mengkaji kedua pertanyaan tersebut, metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis data menggunakan pendekatan hukum yuridis-normatif dengan pendekatan sosiologis. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan jika Aceh mengikuti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah, Provinsi Aceh akan mengalami kekosongan pemerintahan sampai dengan Tahun 2024. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa kekosongan jabatan kepala daerah dapat digantikan sementara oleh pemimpin yang mempunyai jabatan pimpinan tinggi dengan mengembalikan posisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh yang menyatakan bahwa pemilihan kepala daerah dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.