Hegemoni: Jejak Bahasa Politik Pasca MoU Helsinki

Firdaus M. Yunus, 2004077703 and Raina Wildan, 2123028301 and Syamsul Rijal, 2030096301 and Lukman Hakim, 2024067502 and Syarifuddin, 2023127201 (2023) Hegemoni: Jejak Bahasa Politik Pasca MoU Helsinki. I ed. Bandar Publishing, Banda Aceh. ISBN 978-623-449-108-1

[thumbnail of Hegemoni: Jejak Bahasa Politik Pasca MoU Helsinki] Text (Hegemoni: Jejak Bahasa Politik Pasca MoU Helsinki)
Buku Hegemoni.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (2MB)

Abstract

Politisasi bahasa merupakan sesuatu yang lumrah ditemukan pada masa konflik maupun pasca penandatangan MoU Helsinki. Bentuk-bentuk bahasa (kata) yang dipolitisi dan cenderung menakutkan semua orang apabila mendengarkannya seperti bahasa (kata) “diamankan, disekolahkan, separatis, gerakan pengacau keamanan (GPK), Gerakan Aceh Merdeka (GAM), cuak, dan Orang Tak Dikenal (OTK)”. Beberapa kata tersebut merupakan bahasa yang sangat menghegemoni bagi siapapun di Aceh pada saat itu. Pasca konflik dan MoU Helsinki beberapa istilah di atas sudah jarang terdengar, namun belakangan ini ada beberapa bentuk istilah baru untuk menunjukkan kepada pelaku tindak teror, intimidasi dan tindak kekerasan. Istilah tersebut seperti 'Orang yang Belum Terinditifikasi’ (OBT), Orang Tak Bertanggungjawab (OTB) dan 'Pelaku yang Belum Terindentifikasi’ (PBT). Munculnya istilah-istilah tersebut adalah betapa bahasa telah dieksploitasi sedemikian rupa untuk kepentingan politik segelintir orang atau kelompok agar semua orang tidak perlu lagi berpikir kritis. Hegemoni melalui bahasa telah terjadi sedemikian rupa di Aceh pasca MoU Helsinki. Sikap hegemoni lebih banyak dikonstruksikan oleh para pejabat dan mantan pejabat serta para politisi di tengah-tengah masyarakat. Mereka tidak tanggung- tanggung mengeluarkan kata-kata yang dapat menyakiti perasaan orang lain, malah ada di antara mereka yang bersikap kasar terhadap lawan politiknya, sikap hegemoni tercermin melalui tindak kekerasan, teror, intimidasi serta pembunuhan yang terjadi pada banyak tempat di Aceh menjelang pemilukada maupun pasca pemilukada. Bahasa-bahasa yang cenderung menghegemoni sepatutnya diminimalisir diucapkan, karena akan merusak damai yang sudah ada. Dan sangat berbahaya apabila kata-kata yang sifatnya hegemonik diucapkan oleh orang-orang terhormat (pejabat, ketua partai ataupun tokoh masyarakat). Sebab kata-kata tersebut akan terekonstruksi dengan cepat di tengah-tengah masyarakat. Demikian juga dengan media massa, karena pengaruh media massa sangat besar bagi masyarakat. Penggunaan istilah OTK, OTB, PBT kepada pelaku teror dan intimidasi hendaknya di ubah dalam bahasa yang lain agar masyarakat tidak merasa ketakutan dengan istilah-istilah tersebut.

Item Type: Book
Uncontrolled Keywords: Hegemoni, Bahasa Politik, MoU Helsinki
Subjects: 900 Geography and History > 901 Filsafat dan teori sejarah
Divisions: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat > S1 Ilmu Aqidah
Depositing User: Firdaus M. Yunus
Date Deposited: 04 May 2023 03:57
Last Modified: 10 May 2023 04:26
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/28586

Actions (login required)

View Item
View Item