Polarisasi Bagi Hasil pada Penggarapan Sawah dalam Adat dan Tradisi Masyarakat Tani dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan (Analisis Adat Tani Aceh, Dan Sunda)

Muhammad Maulana, 2026047203 (2023) Polarisasi Bagi Hasil pada Penggarapan Sawah dalam Adat dan Tradisi Masyarakat Tani dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan (Analisis Adat Tani Aceh, Dan Sunda). In: Polarisasi Bagi Hasil dada Penggarapan Sawah dalam Adat dan Tradisi Masyarakat Tani dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan (Analisis Adat Tani Aceh, Dan Sunda). Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.

[thumbnail of Polarisasi Bagi Hasil dada Penggarapan Sawah dalam Adat dan Tradisi Masyarakat Tani dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan (Analisis Adat Tani Aceh, Dan Sunda)] Text (Polarisasi Bagi Hasil dada Penggarapan Sawah dalam Adat dan Tradisi Masyarakat Tani dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan (Analisis Adat Tani Aceh, Dan Sunda))
LP_PTPN_2020-Muhammad Maulana.pdf
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (2MB)

Abstract

Petani yang tidak memiliki lahan memilih melakukan kerjasama muzara’ah dengan pemilik lahan sesuai adat, tanpa mengetahui apakah perjanjiannya sesuai atau tidak dengan hukum ekonomi Syariah. Semua biaya operasional yang dibutuhkan untuk pengelolaan sawah ini harus disediakan oleh pihak petani penggarap sendiri tanpa ada kontribusi finansial dari pihak pemilik lahan sama sekali. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam tentang bagi hasil pada penggarapan sawah dalam adat dan tradisi masyarakat tani dalam upaya pengentasan kemiskinan. Perjanjian muzāra’ah dalam Islam harus memiliki kejelasan sighat akad dan juga perjanjian pendelegasian pengelolaan lahan kepada pihak penggarap. Di antara syarat sahnya muzāra’ah harus menjelaskan siapakah yang berkewajiban menanggung benih, apakah pemilik atau penggarap. Dalam prakteknya, masyarakat Aceh bagian barat, Pidie, dan Aceh Jaya juga menggunakan sistem sewa dalam pengelolaan sawah. Biaya sewa tanah sawah tidak memperhitungkan hasil yang diperoleh. Penetapan harga sewa tetap dilakukan saat akad perjanjian, namun pembayaran dilakukan setelah panen. Jadi, penyewa memiliki risiko yang besar baik saat pengelolaan sawah maupun biaya-biaya lainnya. Cara ini juga semakin mengerdilkan keberadaan petani penggarap karena pihak pemilik lahan semakin mudah mengeksploitasi tenaga buruh tani, dan pihak penggarap tidak memiliki opsi lainnya karena tidak memiliki lahan sendiri. Kondisi ini semakin membuat jurang pemisah keberadaan tingkat ekonomi masyarakat petani antara v penggarap dengan pemilik lahan sawah.Adapun untuk wilayah Aceh bagian tengah, sistem bagi hasil yang digunakan dibagi tiga bagian, satu bagian untuk pemilik dan 2 bagian untuk penggarap.

Item Type: Book Section
Subjects: 300 Sociology and Anthropology (Sosiologi dan Antropologi)
300 Sociology and Anthropology (Sosiologi dan Antropologi) > 302 Interaksi sosial
300 Sociology and Anthropology (Sosiologi dan Antropologi) > 305 Kelompok sosial
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Hukum Ekonomi Syariah
Depositing User: Puslitpen Ar-Raniry
Date Deposited: 07 Nov 2023 08:35
Last Modified: 07 Nov 2023 08:35
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/31354

Actions (login required)

View Item
View Item