Perkawinan Akibat Hamil Di Luar Nikah Analisa Metode Istinbāṭ Imām Al-Syāfi’ī Dan Imām Aḥmad Bin Ḥanbal

Rita Rahayu, 140103034 (2023) Perkawinan Akibat Hamil Di Luar Nikah Analisa Metode Istinbāṭ Imām Al-Syāfi’ī Dan Imām Aḥmad Bin Ḥanbal. Other thesis, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

[thumbnail of Rita Rahayu, 140103034 Fak Syariah (2023) , 081269402232.pdf] Text
Rita Rahayu, 140103034 Fak Syariah (2023) , 081269402232.pdf

Download (8MB)

Abstract

Perspektif ulama tentang hukum pernikahan akibat wanita hamil luar nikah memang masing diperselisihkan. Dua pendapat yang berkembang adalah ada yang membolehkan dengan adanya syarat-syarat tertentu, ada juga ulama yang mengharamkan. Penelitian ini secara khusus diarahkan pada pendapat Imām al- Syāfi’ī dan Imām Aḥmad Bin Ḥanbal. Rumusan penelitian yang diajukan adalah bagaimana kehujjahan dalil dan metode istinbāṭ yang digunakan Imām al-Syāfi’ī dan Imām Aḥmad, dan bagaimana persamaan dan perbedaan pendapat Imām al- Syāfi’ī dan Imām Aḥmad. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan jenis studi pustaka. Hasil analisis menunjukkan bahwa menurut Imām al-Syāfi’ī, hukum perkawinan akibat hamil di luar nikah dibolehkan tanpa harus menunggu lebih dulu kelahiran anak. Dalil yang digunakan mengacu pada QS. al-Nūr ayat 3, QS. al-Nūr ayat 32, hadis riwayat Ibn Umar, hadis riwayat Abu Hurairah, dan atsar sahabat Umar bin Khattab. Metode istinbāṭ yang digunakan Imām al-Syāfi’ī yaitu penalaran bayani. Menurut Imām Aḥmad Bin Ḥanbal, hukum perkawinan tersebut diharamkan kecuali setelah wanita itu bertaubat dan habis idah dengan kelahiran anak. Dalil yang ia gunakan mengacu QS. al-Nūr ayat 3, QS. al-Nisā’ ayat 25, QS. al-Nūr ayat 26, hadis riwayat dari Ruaifi’ bin Tsabit al-Anshari, dan hadis riwayat dari Abi Ubaidah. Metode istinbāṭ yang digunakan Imām Aḥmad yaitu metode bayani. Persamaan pendapat Imām al- Syāfi’ī dan Imām Aḥmad yaitu QS. al-Nūr ayat 3 menjadi basis utama dasar hukum yang digunakan, dan keduanya sama-sama menggunakan metode istinbāṭ melalui penalaran bayani. Adapun perbedaannya adalah: Pertama, Imām al-Syāfi’ī memandang boleh menikah dengan wanita hamil di luar nikah namun makruh, sementara Imām Aḥmad mengahratamkan kecuali telah bertaubat dan habis idah. Kedua, Imām al-Syāfi’ī memandang hubungan pernikahan keduanya tidak harus di fasakh, sementara menurut Imām Aḥmad wajib di fasakh. Ketiga, Imām al-Syāfi’ī memandang ketentuan QS. al-Nūr ayat 3 sebagai خسن atau ماعلا, namun Imām Aḥmad berpendapat bukan خسن atau ماعلا. Keempat, dalil Imām al-Syāfi’ī memberi indikasi hukum boleh menikahi wanita hamil, dalil Imām Aḥmad memberi indikasi hukum haram menikahi wanita hamil di luar nikah.

Item Type: Thesis (Other)
Subjects: 200 Religion (Agama) > 203 Ibadah Umum dan Praktik lainnya
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Perbandingan Mazhab
Depositing User: Rita Rahayu
Date Deposited: 14 Sep 2023 03:23
Last Modified: 14 Sep 2023 03:23
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/32463

Actions (login required)

View Item
View Item