Feminisme Dalam Perspektif Qirā’ah Mubādalah

Feminisme, sebagai konsep baru dalam sejarah manusia, muncul dari persepsi bias gender dalam tafsir Al-Qur’an klasik dan pertengahan. Perempuan sering menjadi sasaran utama dalam penafsiran ini, memiliki dampak besar pada konstruksi sosial dan peran mereka dalam masyarakat. Faqihuddin Abdul Kodir memperkenalkan konsep kesetaraan gender dalam Islam, disebut Mubādalah, untuk menyeimbangkan pandangan terhadap perempuan. Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (libraray research) dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Faqihuddin, dalam penciptaan Qirā’ah Mubādalah, menyatakan bahwa feminisme adalah pandangan perempuan sebagai manusia utuh dengan dimensi fisik, intelektual, spiritual, dan peran sosial. Perempuan dianggap sebagai subjek kehidupan yang harus terlibat aktif dalam titah agama dan hukum negara. Qirā’ah Mubādalah dibangun di atas tiga premis utama: Islam relevan untuk laki-laki dan perempuan, relasi antara keduanya adalah kerja sama dan kesalingan, dan teks-teks Islam dapat dimaknai ulang untuk mencerminkan kedua premis tersebut. Metode konstruksi Qirā’ah Mubādalah melibatkan pembagian teks Al-Qur'an menjadi kategori tertentu dan tiga langkah interpretatif: menemukan prinsip nilai, mencari gagasan utama dalam teks, dan menurunkan gagasan tersebut kepada jenis kelamin yang tidak disebutkan dalam teks. Contoh aplikatifnya dapat ditemukan dalam penafsiran ayat-ayat tertentu, seperti QS. al-Nisā’ [4]: 34 dan QS. al-Nisā’ [4]: 11, yang membahas konsep qawwam dan kewarisan.