Nafkah Istri Pasca Penceraian Dalam Kitab Al-Mughni Dan Kitab Al-Muhalla (Analisis Perbandingan Mahkamah Syar’iyah Di Dun Seberang Perai Tengah, Pulau Pinang Dan Kecamatan Meureudu, Pidie Jaya Tahun 2019-2021)

Mohammad Na’im Bin Mohd Fadzali, 190103047 (2023) Nafkah Istri Pasca Penceraian Dalam Kitab Al-Mughni Dan Kitab Al-Muhalla (Analisis Perbandingan Mahkamah Syar’iyah Di Dun Seberang Perai Tengah, Pulau Pinang Dan Kecamatan Meureudu, Pidie Jaya Tahun 2019-2021). Masters thesis, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

[thumbnail of Nafkah Istri] Text (Nafkah Istri)
Mohammad Na`im Bin Mohd Fadzali, 190103047, FSH, PMH.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (5MB)

Abstract

Nafkah merupakan biaya hidup yang menjadi hak istri baik dalam perkawinan maupun setelah terjadinya perceraian. Kewajiban nafkah isteri yang timbul pasca perceraian merupakan bentuk hak-hak yang wajib dipenuhi suami, seperti halnya nafkah iddah, mut’ah, nafkah anak dan lain-lain yang sesuai dengan hukum Islam. Penelitian ini menjawab dua rumusan masalah yaitu: Pertama, bagaimana pendapat nafkah terhadap istri setelah penceraian di dalam kitab fiqih Al-Mughni karya Ibnu Qudamah dan Al-Muhalla karangan Ibnu Hazm. Kedua, bagaimana pelaksanaan nafkah dalam putusan Mahkamah Syar’iyah Dun Seberang Perai Tengah, Pulau Pinang dan Kecamatan Meureudu Pidie Jaya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif komperatif dengan teknik penelitian kepustakaan (library research) dan studi lapangan (field research) yang bersifat kualitatif dengan maksud untuk menganalisis dan membandingkan antara data kepustakaan dan temuan di lapangan. Hasil penelitian menggambarkan perbedaan pendapat mengenai nafkah terhadap istri pasca perceraian dalam dua kita fiqih. Selain itu, juga mencakup analisis pelaksanaan nafkah dalam putusan Mahkamah Syar’iyah Dun Seberang Perai Tengah, Pulau Pinang, dan Kecamatan Meureudu Pidie Jaya. Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni beserta mayoritas empat mazhab sepakat bahwa istri nusyuz tidak berhak atas nafkah. Syarat istri berhak atas nafkah ketika istri telah menyerahkan dirinya secara total pada suami dan atas dasar itu istri dapat menuntut hak nafkah pada suami ketika terjadinya perceraian. Menurut Ibnu Hazm, kewajiban suami memberi nafkah terhitung sejak terjadinya akad nikah. Ibnu Hazm tidak melihat nusyuz sebagai bentuk pelanggaran yang menggugurkan hak nafkah atas dirinya. Sehingga pasca perceraian istri dapat menuntut hak nafkah, maka suami akan berdosa jika tidak memberi nafkah pada istri sekalipun istri nusyuz. Ternyata fakta di lapangan tidak sejalan dengan pendapat Ibnu Hazm. Majelis Hakim Mahkamah Syar’iyah Seberang Perai Tengah, Pulau Pinang dan Mahkamah Syar’iyah Kecamatan Meureudu Pidie Jaya dalam mempertimbangkan putusan terhadap nafkah tetap melihat pada aspek indikator nusyuz yang menjadi sebab gugurnya nafkah suami terhadap istrinya.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: 200 Religion (Agama)
200 Religion (Agama) > 297 Islam
300 Sociology and Anthropology (Sosiologi dan Antropologi) > 340 Law/Ilmu Hukum
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Perbandingan Mazhab
Depositing User: Mohammad Na'im Bin Mohd Fadzali Na'im
Date Deposited: 10 Jan 2024 03:25
Last Modified: 10 Jan 2024 03:25
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/34619

Actions (login required)

View Item
View Item