Iqrār Sebagai Alat Bukti Tindak Pidana Zina (Studi Pendapat Imām Al-Juwainī dan Imām Al-Sarakhsī)

M. Miftahul Tari, 180103038 (2023) Iqrār Sebagai Alat Bukti Tindak Pidana Zina (Studi Pendapat Imām Al-Juwainī dan Imām Al-Sarakhsī). Other thesis, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.

[thumbnail of Iqrār Sebagai Alat Bukti Tindak Pidana Zina (Studi Pendapat Imām Al-Juwainī dan Imām Al-Sarakhsī)] Text (Iqrār Sebagai Alat Bukti Tindak Pidana Zina (Studi Pendapat Imām Al-Juwainī dan Imām Al-Sarakhsī))
SKRIPSI MIFTAH GABUNG (3).pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (2MB)

Abstract

Para ulama berbeda pendapat tentang pembuktian zina melalui iqrār menyangkut jumlah bilangan iqrār. Di dalam kajian ini, secara khusus meneliti pendapat Imām Al-Juwainī dan pendapat Imām Al-Sarakhsī terkait iqrār sebagai alat bukti dalam kasus zina. Untuk itu, masalah yang diangkat adalah bagaimana pembuktian zina melalui iqrār menurut Imām Al-Juwainī dan Imām Al-Sarakhsī, dan apa dasar hukum yang digunakan kedua tokoh tersebut. Janis penelitian ini termasuk library research dengan pendekatan comparative approach. Hasil penelitian ini bahwa pembuktian zina melalui iqrār menurut Imām Al-Juwainī cukup satu kali tanpa diperlukan pengulangan iqrār. Adapun menurut Imām Al-Sarakhsī adalah bahwa pembuktian zina melaui iqrār harus diucapkan empat kali di empat tempat yang berbeda. Dari sini terlihat bahwa ada perbedaan cara pembuktian zina melalui iqrār antara Imām Al-Juwainī dan Imām Al-Sarakhsī, bahwa Imām Al-Juwainī cukup hanya sekali dan Imām Al-Sarakhsī harus empat kali pada empat tempat. Dasar hukum yang digunakan Imām Al-Juwainī merujuk kepada riwayat Imām al-Bukhari dari Abi Hurairah tentang Rasulullah SAW yang memerintahkan Unais merajam seorang wanita setelah mengaku berzina. Rasulullah SAW tidak memberi perintah kepada Unais agar Unais mendengarkan iqrār zina wanita itu sebanyak empat kali. Metode istinbāṭ al-ḥukm Imām Al-Juwainī ialah metode bayānī, yaitu menelaah lafaz hadis Nabi SAW riwayat Imām al-Bukhari. Adapun Dasar hukum yang digunakan Imām Al-Sarakhsī merujuk kepada riwayat Imām Muslim dari Abdullah bin Buraidah terkait dua kasus Ma’iz dan wanita Ghamidiyah yang mengaku berzina hingga empat kali pengakuan dan pada empat tempat yang berbeda. Metode istinbāṭ al-ḥukm yang digunakan oleh Imām Al- Sarakhsī adalah bayānī, yaitu menelaah lafaz hadis Nabi SAW riwayat Imām Muslim. Dari sini terlihat bahwa ada perbedaan dasar hukum yang digunakan antara Imām Al-Juwainī dan Imām Al-Sarakhsī, namun kedua-duanya sama-sama menggunakan metode bayānī yaitu dengan menelaah lafaz hadis.

Item Type: Thesis (Other)
Subjects: 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X4 Fiqih > 2X4.02 Usul Fiqh
200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X4 Fiqih > 2X4.5 Hukum Pidana Islam (Jinayat) > 2X4.541 Perzinaan
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Perbandingan Mazhab
Depositing User: M Miftahul Tari Miftahul
Date Deposited: 07 Feb 2024 02:09
Last Modified: 07 Feb 2024 02:09
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/35339

Actions (login required)

View Item
View Item