Hukum Zikir Secara Jihar menurut Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama

Tuti Maya Sari, 131008711 (2016) Hukum Zikir Secara Jihar menurut Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Skripsi thesis, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

[thumbnail of Membahas tentang Hukum Zikir Secara Jihar]
Preview
Text (Membahas tentang Hukum Zikir Secara Jihar)
Tuti Maya Sari.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (5MB) | Preview

Abstract

Zikir merupakan ibadah yang banyak disinggung baik dalam Al-Qur’an maupun Hadits. Zikir merupakan perintah Allah yang sebenarnya mestilah dilaksanakan setiap saat, dimanapun dan kapanpun. Zikir bisa dilakukan dengan hati dan lisan, serta dengan sendiri maupun dalam sebuah kelompok (majelis zikir). Zikir atau mengingat Allah ialah apa yang dilakukan oleh hati dan lisan berupa tasbih atau mensucikan Allah SWT memuji dan menyanjungnya, menyebut sifat-sifat kebesaran dan keagungan serta sifat-sifat keindahan dan kesempurnaan yang telah dimilikinya. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah bagaimana pendapat Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama mengenai hukum zikir secara jihar, dan mengapa terjadi perbedaan pendapat antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama mengenai hukum zikir secara jihar. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode yang bertujuan membuat deskripsi, atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Teknik pengumpulan data dilakukan penulis dengan kajian kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya berkaitan dengan judul skripsi. Hasil penelitian ditemukan, bahwa pandangan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama tentang hukum zikir secara jihar tidaklah berselisih pendapat. Perbedaan pendapat dalam masalah zikir ada pada tata cara pelaksanaannya. Muhammadiyah berpendapat bahwa Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin agar berdoa dan berzikir dengan merendahkan diri, dalam arti lain tidak dengan mengeraskan suara. Sedangakan Nahdhatul Ulama tidak mewajibkan atau mengharuskan warganya untuk berzikir dengan suara keras, melainkan tergantung kepada situasi dan kondisi; jika dalam kondisi ingin mengajarkan, membimbing dan menambah ke khusyukkan maka mengeraskan suara zikir itu hukumnya sunnah dan tidak bertentangan dengan ajaran Agama Islam. Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama berpendapat bahwa dalam berzikir secara jihar atau rendah suara adalah karena berbedanya dalam memahami pengertian ayat serta berbedanya dalam menggunakan beberapa hadits sebagai dalil.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Pembimbing: 1. Prof. Dr. H. Muslim Ibrahim, MA. 2. Fakhrurrazi M. Yunus, Lc., MA.
Uncontrolled Keywords: Hukum Zikir, Jihar, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama
Subjects: 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X5 Akhlak dan Tasawuf > 2X5.4 Do'a dan Zikir
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Perbandingan Mazhab
Depositing User: Users 2717 not found.
Date Deposited: 15 Jan 2019 02:16
Last Modified: 15 Jan 2019 02:16
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/6006

Actions (login required)

View Item
View Item