Pro Kontra Gugur Tidaknya Hak Asuh Anak karena Pernikahan Ibu

Fajria Ningsih, 111309728 (2017) Pro Kontra Gugur Tidaknya Hak Asuh Anak karena Pernikahan Ibu. Skripsi thesis, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Warning
There is a more recent version of this item available.
[thumbnail of Tentang pengasuhan anak bagi ibu yang setelah pernikahan kedua]
Preview
Text (Tentang pengasuhan anak bagi ibu yang setelah pernikahan kedua)
Fajria Ningsih.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (4MB) | Preview

Abstract

Hukum Islam menetapkan bahwa yang paling berhak untuk mengasuh anak adalah pihak ibu. Karena, ibu dipandang lebih mampu untuk menjaga anak, merawat serta mendidik anak ketimbang ayah. Namun, ulama justru berbeda pendapat dalam
kondisi di mana ibu telah menikah dengan laki-laki lain. Secara khusus, penelitian ini ingin mengkaji pemikiran Ibnu Qayyim dalam hal pro kontra pendapat ulama terkait
gugur tidaknya hak asuh anak karena pernikahan ibu. Untuk itu, masalah yang diajukan adalah bagaimana pro kotra pendapat ulama tersebut, bagaimana pendapat Ibnu Qayyim dalam masalah ini, bagaimana dalil dan metode istinbāṭ yang digunakan Ibnu Qayyim, serta bagaimana relevansi pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dilihat dari konteks kekinian. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, dengan jenis studi pustaka (library research). Hasil penelitian ini adalah terdapat empat pendapat ulama tentang gugur tidaknya hak asuh karena pernikahan ibu. Pertama,
hak asuh gugur secara mutlak, yaitu dari jumhur ulama, yaitu dari mazhab Syafi’i, Maliki, Abu Hanifah dan pendapat yang masyhur dari mazhab Ahmad. Kedua, hak asuh tidak gugur, yaitu dari Hasan al-Basri dan pendapat Abu Muhammad bin Hazm. Ketiga, hak asuh akan gugur jika yang diasuh anak laki-laki, yaitu dari dua riwayat Ahmad dan Muhanna bin Yahya asy-Syami. Keempat, hak asuh tidak gugur apabila
ibu menikah dengan kerabat anak, yaitu dari pengikut Ahmad, Abu Hanifah dan pengikut Malik. Menurut Ibnu Qayyim, hak asuh ibu tidak gugur meskipun telah terjadi penikahan, dengan syarat tidak digugat oleh pihak ayah. Dalil yang digunakan Ibnu Qayyim mengacu pada dua hadis, yaitu riwayat Abu Daud yang menyatakan hak asuh diberikan pada ibu selama belum menikah. Hadis kedua yaitu riiwayat Ahmad,
menyatakan bahwa Anas diasuh oleh ibunya yang telah menikah, dan Rasulullah mengetahuinya. Metode istinbāṭ yang digunakan Ibnu Qayyim yaitu dengan mengompromikan (al-jam’u wa al-taufiq) kedua hadis. Menurut Ibnu Qayyim, makna hadis riwayat Abu Daud tidak mutlak, artinya selama hak asuh tidak digugat oleh pihak ayah, hal ini berdasarkan hadis riwayat Ahmad. Pendapat Ibnu Qayyim ini relevan dengan konteks kekinian, hak asuh ibu tidak gugur berdasarkan ketentuan
umum bunyi Pasal 105 KHI.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Pembimbing: 1. Dr. Mursyid Djawas, S.Ag., M.HI; NIP. 197702172005011007 2. Fakhrurrazi M. Yunus, Lc., MA; NIP. 197702212008011008
Uncontrolled Keywords: Pengasuhan anak, Pernikahan Ibu, Pernikahan Kedua
Subjects: 100 Philosophy and Psychology > 170 Ethics, Moral Philosophy (Etika dan Filsafat Moral)
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Hukum Keluarga
Depositing User: Fajria Ningsih
Date Deposited: 29 Sep 2017 08:13
Last Modified: 29 Sep 2017 08:13
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/873

Available Versions of this Item

Actions (login required)

View Item
View Item