Fenomena satu tokoh memiliki dua makam, seperti yang terjadi pada Syekh Abdurrauf As-Singkili, merupakan hal tidak lazim namun menarik untuk diteliti. Makam beliau terdapat di Banda Aceh dan Singkil, dan keduanya ramai diziarahi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis narasi pengurus makam, perlakuan penziarah, serta sistem pengurusan di kedua lokasi. Metode yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengurus makam di Banda Aceh dan Singkil sama-sama meyakini keberadaan makam, dengan narasi bahwa makam di Singkil merupakan pindahan dari Banda Aceh berdasarkan petunjuk mimpi. Narasi pengurus mencakup aspek historis, keagamaan, dan pelestarian; sedangkan narasi penziarah mengandung dimensi spiritual, kultural, dan edukatif. Perlakuan penziarah di Singkil meliputi ziarah, doa, menjaga kebersihan, serta pengambilan berkah (tabarruk), sementara di Banda Aceh mencakup ziarah, doa, kegiatan pendidikan dan penelitian, serta pengawasan keamanan. Sistem pengurusan makam di Singkil meliputi pengelolaan fisik, pengunjung, keamanan, pemberdayaan masyarakat, pendidikan, kegiatan keagamaan, serta pendanaan. Sementara itu, sistem pengurusan di Banda Aceh mencakup pelestarian situs, aksesibilitas, keamanan, edukasi, kegiatan sosial-keagamaan, manajemen pengunjung, kerjasama antar lembaga, serta pengembangan budaya.