Izin Pengadilan sebagai Syarat Poligami (Studi Kritis Pendapat Muḥammad Abū Zahrah ditinjau menurut Hukum Positif di Indonesia)

Khairin Munawar Suku, 200101058 (2025) Izin Pengadilan sebagai Syarat Poligami (Studi Kritis Pendapat Muḥammad Abū Zahrah ditinjau menurut Hukum Positif di Indonesia). Other thesis, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.

[thumbnail of membahas tentang izin pengadilan sebagai syarat poligami] Text (membahas tentang izin pengadilan sebagai syarat poligami)
Khairin Munawar Suku, 200101058 FSH, HK.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (6MB)
[thumbnail of membahas tentang izin pengadilan sebagai syarat poligami] Text (membahas tentang izin pengadilan sebagai syarat poligami)
Khairin Munawar Suku, 200101058 FSH, HK Cover- Bab I.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (5MB)

Abstract

Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mensyaratkan bahwa poligami dilakukan harus dengan izin dari pengadilan. Namun, menurut pendapat Muḥammad Abū Zahrah, izin pengadilan tidak dibutuhkan di dalam pelaksanaan poligami. Untuk itu, rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pendapat Muḥammad Abū Zahrah menyangkut pengaturan izin pengadilan sebagai syarat poligami?, dan bagaimana pandangan Muḥammad Abū Zahrah tersebut ditinjau menurut perspektif hukum positif di Indonesia? Penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konseptual (conceptual approach). Data penelitian diperoleh melalui survey book ataupun library research yang diperoleh dari tiga kategori bahan hukum (primer, sekunder, bahan hukum tersier). Adapun bentuk analisis data yaitu prescriptive-analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Muḥammad Abū Zahrah, syarat poligami hanya ada dua, yaitu mampu adil pada para isteri (‘adālah baina al-zaujain), dan mampu dalam nafkah serta melaksanakan kewajiban pada para isteri (al-qadrah ‘alā al-infāq wa qiyām bil wājibāt ‘alā azwājih). Muḥammad Abū Zahrah menilai bahwa poligami tidak memerlukan izin hakim di pengadilan, karena tidak ada dalil hukum yang secara tegas mengharuskan adanya intervensi hakim di dalam berpoligami, sehingga pendapat Muḥammad Abū Zahrah kurang relevan dengan hukum positif di Indonesia. Hukum positif di Indonesia, misalnya dalam UUP dan KHI menetapkan poligami harus dengan izin pengadilan. UUP, PP tentang UUP, dan KHI menetapkan hakim dapat menilai kemampuan suami dari beberapa data seperti surat keterangan penghasilan calon suami, surat pajak penghasilan, dan surat keterangan lain yang dapat diterima oleh pengadilan. Atas dasar itu, pandangan Muḥammad Abū Zahrah tidak sejalan dengan hukum positif.

Item Type: Thesis (Other)
Subjects: 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X4 Fiqih > 2X4.3 Hukum Perkawinan (Munakahat) > 2X4.315 Poligami
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Hukum Keluarga
Depositing User: Khairin Munawar Suku
Date Deposited: 01 Aug 2025 02:09
Last Modified: 01 Aug 2025 02:09
URI: http://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/46803

Actions (login required)

View Item
View Item