Khairina Wati, 210101130 (2025) Implikasi Yuridis Terhadap Pernikahan Poligami Siri Tanpa Sepengetahuan Istri Sah (Studi Kasus Di Gampong Barueh Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar). AL-MAQASID: Jurnal Ilmu Kesyariahan dan Keperdataan, 11 (2). pp. 1-29. ISSN 2580-5142 (Submitted)
Artikel_Khairina_Wati[1].pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.
Download (490kB)
Abstract
This research stems from the ongoing practice of unregistered polygamous marriages (poligami siri) conducted without the knowledge or consent of the lawful wife, particularly in Gampong Barueh, Kota Jantho. Although such practices contravene national law, they continue to produce legal uncertainty, discrimination against women and children, and social conflict within the family due to weak legal awareness and inadequate enforcement of marriage regulations. The central research questions address the fiqh (Islamic jurisprudence) perspective on unregistered polygamy and its juridical implications under Indonesian law. This study adopts a case study and conceptual approach, utilizing an empirical juridical method that combines literature review with field data collection through interviews and observation. Data were sourced from primary and secondary legal materials, validated using triangulation techniques, and analyzed deductively to assess the practice of unregistered polygamy in Gampong Barueh within a legal framework. Findings reveal that unregistered polygamy involves marriage to more than one woman without the consent of the lawful wife and without official state registration. While such marriages may be considered valid under fiqh for fulfilling the formal pillars and conditions of Islamic marriage, they lack legal recognition under Indonesian law and often disregard the fundamental requirement of justice mandated by Islamic teachings. In the case of Gampong Barueh, this practice has led to tangible consequences, including legal uncertainty, emotional trauma, and 2 prolonged domestic conflict. Women and children from such marriages are particularly vulnerable due to the absence of legal protection. Resolving these issues requires more than moral or religious mediation; legal avenues such as marital conciliation (tahkim), marriage validation (isbat nikah), divorce proceedings, or even criminal complaints must be pursued to secure legal clarity and uphold justice for all parties involved.
Penelitian ini barangkat dari praktik poligami siri tanpa sepengetahuan istri sah masih kerap terjadi, khususnya di Gampong Barueh, Kota Jantho. Meski bertentangan dengan hukum nasional, fenomena ini menimbulkan ketidakpastian hukum, diskriminasi terhadap perempuan dan anak, serta konflik sosial dalam keluarga, akibat lemahnya kesadaran hukum dan minimnya penegakan regulasi perkawinan. Adapun rumusan masalahnya bagaimana perspektif fikih terhadap paraktik poligami siri dan implikasi yuridisnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dan konseptual dengan metode yuridis empiris, memadukan studi literatur dan data lapangan melalui wawancara serta observasi. Data dikumpulkan dari sumber hukum primer dan sekunder, divalidasi dengan triangulasi, dan dianalisis secara deduktif untuk memahami praktik poligami siri di Gampong Barueh dalam konteks hukum. Hasil penelitian menunjukkan, poligami siri adalah praktik menikah lebih dari satu tanpa izin istri sah dan tanpa pencatatan negara. Meskipun secara fikih bisa dinilai sah karena memenuhi rukun nikah, praktik ini tidak diakui oleh hukum Indonesia dan cenderung mengabaikan prinsip keadilan yang menjadi syarat utama dalam Islam. Di Gampong Barueh, kasus poligami siri tanpa sepengetahuan istri sah menunjukkan dampak nyata berupa ketidakpastian hukum, luka batin, serta konflik rumah tangga yang berkepanjangan. Anak dan istri kedua pun menjadi pihak yang paling rentan karena tidak mendapatkan perlindungan hukum. Penyelesaian masalah ini tidak cukup hanya dengan pendekatan agama atau adat, tetapi juga harus ditempuh lewat jalur hukum. Musyawarah atau tahkim dapat menjadi awal meredakan ketegangan, namun jika gagal langkah seperti isbat nikah, gugatan cerai, atau pelaporan pidana menjadi penting demi kejelasan status dan keadilan bagi semua pihak.
| Item Type: | Article |
|---|---|
| Subjects: | 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X4 Fiqih > 2X4.3 Hukum Perkawinan (Munakahat) > 2X4.315 Poligami |
| Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Hukum Keluarga |
| Depositing User: | Khairina Wati |
| Date Deposited: | 25 Aug 2025 05:25 |
| Last Modified: | 25 Aug 2025 05:25 |
| URI: | http://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/48090 |
