Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Malpraktik Dokter Sirkumsisi (Khitan) Menurut Ibn Qayyimal-Jauziyyah Dan Relevansinya Dengan Hukum Positif Indonesia

Rona Maulidar, 210104100 (2025) Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Malpraktik Dokter Sirkumsisi (Khitan) Menurut Ibn Qayyimal-Jauziyyah Dan Relevansinya Dengan Hukum Positif Indonesia. Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum, 15 (2). pp. 1-20. ISSN 2579-5104 (Submitted)

[thumbnail of Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Malpraktik Dokter Sirkumsisi] Text (Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Malpraktik Dokter Sirkumsisi)
Rona Maulida, 210104100, FSH, HPI.pdf - Submitted Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (1MB)

Abstract

Artikel ini menganalisis pertanggungjawaban pidana terhadap malpraktik dokter sirkumsisi (khitan) menurut Ibn Qayyim Al-Jauziyyah dan relevansinya dengan hukum positif Indonesia. Analisis awal menunjukkan adanya dualisme atau perbedaan yang sangat kontras antara pandangan Ibn Qayyim dengan hukum positif dalam menetapkan pertanggungjawaban pidana pada malpraktik sirkumsisi/khitan. Oleh karena itu, kajian ini hendak menganalisis pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah terkait pertanggungjawaban pidana terhadap malpraktik dokter sirkumsisi (khitan) dan relevansinya dengan ketentuan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini ditulis dengan pendekatan statute approach dan conceptual approach. Adapun jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, yang datanya diperoleh melalui survei books. Analisis data bersifat preskriptif. Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa menurut Ibnu Qayyim, dokter sirkumsisi disyaratkan adanya izin praktik dan keahlian dalam melaksanakan khitan/sirkumsisi. Dokter yang ahli yang memiliki izin praktik melakukan kesalahan yang berakibat kerugian pasien tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, namun dokter yang tidak ahli dan tidak ada izin praktik bisa dipidana. Pendapat Ibn Qayyim ini tidak relevan dengan hukum positif di Indonesia. Dalam hukum positif, penentuan apakah dokter dapat dipidana atau tidak terletak pada ada atau tidaknya unsur schuld (mens rea), kealpaan dan kesalahan. Dalam hukum positif, keahlian dan izin praktik tidak cukup jika ada kealpaan dan kesalahan dalam praktiknya yang berakibat kerugian yang dialami pasien dan pihak keluarga. Jika mens rea (niat jahat) tidak dapat dibuktikan, meski dokter punya izin praktik dan ahli pada bidangnya, tetap saja dapat dipertanggungjawabkan secara pidana karena semata-mata adanya kelalaian dan kealpaan yang mengakibatkan kerugian dialami pasien. Namun, Ibn Qayyim menentukan pada ada tidaknya izin praktik dan keahlian, hal ini terlepas ada atau tidaknya kelalaian dan kealpaan yang mengakibatkan kerugian pada pasien.

Item Type: Article
Subjects: 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X4 Fiqih > 2X4.5 Hukum Pidana Islam (Jinayat)
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Hukum Pidana Islam
Depositing User: Rona Maulidar
Date Deposited: 22 Aug 2025 03:15
Last Modified: 22 Aug 2025 03:15
URI: http://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/48174

Actions (login required)

View Item
View Item