Indonesia merupakan negara yang kaya akan tradisi dan budaya, termasuk dalam praktik keagamaan yang menyatu dalam kehidupan masyarakat. Salah satu tradisi yang mencerminkan integrasi nilai keislaman dan adat lokal adalah kenduri kematian. Tradisi kenduri kematian hari ke-10 di Gampong Peurumping merupakan warisan budaya yang mengandung banyak nilai pendidikan Islam. Namun, modernisasi menyebabkan pergeseran makna, sehingga generasi muda cenderung memaknainya sebagai formalitas sosial, bukan lagi sebagai media penanaman nilai-nilai keagamaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pelaksanaan kenduri kematian serta nilai-nilai pendidikan agama Islam yang terkandung di dalamnya. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif jenis etnografi, dengan teknik pengumpulan data melalui observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenduri kematian terdiri atas beberapa tahapan, yaitu meuripeee, hari ke-3 (Teut Apam), ke-5 (Bu Serawah), ke-10 (Khauri Siploh), ke-30 (Khauri Lhee Ploh), ke-44 (Khauri Peut Ploh Peut), dan ke-100 (Khauri Sireutoh). Tradisi ini memuat nilai-nilai pendidikan agama Islam seperti tauhid (penghambaan kepada Allah), ibadah (pembacaan doa), sedekah, ukhuwah Islamiyah dan tolong-menolong, syukur, serta kesadaran akan kehidupan akhirat. Tradisi ini juga memperkuat solidaritas sosial, mempererat hubungan antarwarga, dan menjadi media edukasi spiritual. Meskipun bersumber dari adat lokal, pelaksanaannya tidak bertentangan dengan syariat Islam, melainkan menjadi sarana pengamalan nilai-nilai keislaman secara kontekstual. Kenduri kematian di Gampong Peurumping merupakan warisan budaya religius yang memiliki kontribusi besar dalam pembentukan karakter dan spiritualitas masyarakat. Oleh karena itu, tradisi ini perlu dilestarikan sebagai bagian dari pendidikan agama Islam berbasis budaya lokal yang terus hidup dan relevan dalam masyarakat.