Interfaith marriage in Indonesia has become a controversial legal issue, especially after the issuance of the Supreme Court Circular (SEMA) No. 02 of 2023 which explicitly prohibits the registration of marriages between people of different religions. This study aims to analyze the legal certainty of the practice of interfaith marriage and examine its suitability from the perspective of Maqasid Syariah. The research method used is normative juridical with an approach to statutory regulations, Islamic doctrine, and relevant literature. The results of the study show that in positive law, interfaith marriage does not have formal legality because it is contrary to Article 2 paragraph (1) of Law No. 1 of 1974 and is strengthened by SEMA No. 02 of 2023. From the perspective of Maqasid Syariah, this prohibition is in line with the five main objectives of sharia: protecting religion, soul, mind, descendants, and property. However, there is still inconsistency in the implementation of the SEMA in the field, so that stricter legal harmonization is needed to ensure legal certainty and justice.
Perkawinan beda agama di Indonesia telah menjadi isu hukum yang kontroversial, terutama pasca terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 02 Tahun 2023 yang secara eksplisit melarang pencatatan perkawinan antarumat berbeda agama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepastian hukum terhadap praktik perkawinan beda agama serta mengkaji kesesuaiannya dalam perspektif Maqasid Syariah. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, doktrin Islam, dan literatur relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara hukum positif, perkawinan beda agama tidak memiliki legalitas formal karena bertentangan dengan Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 dan dikuatkan oleh SEMA No. 02 Tahun 2023. Dalam perspektif Maqasid Syariah, larangan tersebut sejalan dengan lima tujuan utama syariat: menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Meskipun demikian, masih terdapat ketidakkonsistenan dalam implementasi SEMA tersebut di lapangan, sehingga dibutuhkan harmonisasi hukum yang lebih tegas untuk menjamin kepastian dan keadilan hukum.