Penelitian ini mengkaji sistem bagi hasil bulung peut dalam tradisi meugoe (bertani) yang dijalankan oleh masyarakat Gampong Cot Malem, Kecamatan Blang Bintang. Tradisi ini merupakan sistem pembagian hasil panen yang telah diwariskan secara turun-temurun, di mana hasil panen dibagi menjadi empat bagian, yaitu tiga bagian untuk penggarap dan satu bagian untuk pemilik lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: bagaimana hubungan antara petani penggarap dengan pemilik sawah, bagaimana implementasi sistem bulung peut, dan bagaimana dampak pola penggarapan sawah terhadap interaksi sosial masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara pemilik dan penggarap didasari oleh kepercayaan dan kesepakatan lisan, yang umumnya melibatkan kerabat atau tetangga. Implementasi bulung peut tidak hanya mencerminkan keadilan dalam sistem ekonomi, tetapi juga memperkuat nilai kebersamaan dan keberlangsungan adat lokal. Dalam pelaksanaannya, pembagian hasil panen dilakukan setelah petani penggarap terlebih dahulu mengeluarkan zakat dari hasil panennya, sebagai bentuk tanggung jawab keagamaan dan wujud perpaduan nilai spiritual dalam bertani. Adapun dampaknya terhadap interaksi sosial cukup signifikan, karena mampu menumbuhkan solidaritas, gotong royong, dan saling ketergantungan antar masyarakat, meskipun dalam beberapa kasus dapat menimbulkan kecemburuan sosial akibat perbedaan hasil garapan. Selain itu, sistem bagi hasil bulung peut bukan hanya berfungsi sebagai sistem ekonomi tradisional, tetapi juga sebagai instrumen