Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Uji Materil Pasal 2 Dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016)

Belia Pratiwi Rosadi, 200105049 (2025) Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Uji Materil Pasal 2 Dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016). Other thesis, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.

[thumbnail of Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Uji Materil Pasal 2 Dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016)] Text (Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Uji Materil Pasal 2 Dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016))
skripsi_belia.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (7MB)
[thumbnail of Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Uji Materil Pasal 2 Dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016)] Text (Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Uji Materil Pasal 2 Dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016))
skripsi_belia bab i.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (4MB)

Abstract

Pergeseran makna delik dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor secara tidak langsung berdampak terhadap penegakan hukum pelaku tindak pidana korupsi, karena pada praktiknya agar pelaku kejahatan korupsi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana maka unsur kerugian negara harus dapat dibuktikan dengan jelas dan terang, permasalahan tersebut terus bergulir hingga pelaku tindak pidana korupsi yang mengembalikan kerugian negara untuk mengaburkan unsur pada Pasal 2 UU Tipikor sehingga pelaku tindak pidana korupsi tersebut tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Fenomena hukum tersebut menarik dikaji dalam bentuk tulisan skripsi menurut prespektif siyasah qadha’iyyah. Permasalahan dalam skripsi ini adalahh: 1) Apa dasar permohonan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 ?, 2) Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUUXIV/2016 ?, 3) Bagaimana perspektif siyasah qadhaiyah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 dalam penegakan tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan pendekatan deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data yaitu kepustakaan dan kajian terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dasar permohonan para pemohon pada Putusan MK No.25/PUU-XIV/2016 terbagi kedalam 4 (empat) uraian diantaranya: kewenangan mahkamah konstitusi, kedudukan hukum (legal standing) pemohon, obyek permohonan, dan alasan permohonan. Dalam Putusan MK No.25/PUU-XIV/2016 Hakim Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan 3 (tiga) aspek diantaranya: kewenangan Mahkamah Konstitusi, Legal Standing Pemohon, dan Pokok Permohonan Pemohon. Perspektif siyasah qadha’iyyah terhadap Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016 dalam penegakan tindak pidana korupsi merupakan kewenangan wilayah al-mazhalim sebagaimana diuraikan pada Kitab Al-Ahkam al-Sultaniyah karangan Imam al-Mawardi.

Item Type: Thesis (Other)
Subjects: 300 Sociology and Anthropology (Sosiologi dan Antropologi) > 340 Law/Ilmu Hukum > 345 Hukum Pidana
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Hukum Tata Negara
Depositing User: Belia Pratiwi Rosadi
Date Deposited: 01 Sep 2025 04:59
Last Modified: 01 Sep 2025 04:59
URI: http://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/51293

Actions (login required)

View Item
View Item