Surah Al-Fatḥ ayat 29 kerap dipahami secara literal sebagai pembenaran sikap keras terhadap non-Muslim, padahal secara konteks historis merujuk pada ketegasan terhadap permusuhan. Meskipun penelitian terdahulu telah banyak mengkaji aspek semantik, historis, dan hermeneutika ayat ini, namun eksplorasi terhadap pemahaman mahasiswa ilmu keislaman dalam konteks masyarakat plural terhadap ayat ini masih terbatas. Penelitian ini mengisi kesenjangan dengan mengeksplorasi perbandingan penafsiran para mufassir klasik dan modern serta menggali pemahaman mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry terhadap ayat tersebut. Menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, data dikumpulkan melalui wawancara terhadap 11 mahasiswa dan analisis berbasis teori resepsi serta konsep Living Qur'an. Hasil menunjukkan adanya pergeseran makna di kalangan mufassir dari sikap “keras terhadap kezaliman” menjadi “ketegasan demi menjaga akidah” dan makna kāfir yang lebih kontekstual. Pemahaman mahasiswa terbagi dalam dua kategori, sebagian memahami asyiddā u ‘alā al-kuffār sikap keras terhadap semua orang yang tidak beriman kepada Allah (kāfir) dan sebagian lainnya memahami ketegasan selektif terhadap pihak yang memusuhi Islam dan tergantung konteks. Di sisi lain, frasa ruḥamā u bainahum dipahami sebagai landasan ukhuwah islamiyah yang terwujud dalam solidaritas praktis seperti tolong-menolong dan menjaga persaudaraan sesama Muslim. Penelitian ini menegaskan pentingnya pendidikan tafsir berbasis konteks untuk menghindari radikalisasi makna ayat.