Penelitian ini membahas fenomena café sebagai simbol modernitas di tengah penerapan Syariat Islam di Kota Banda Aceh. Kota ini dikenal sebagai pusat penerapan hukum Islam di Indonesia, namun dalam beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan pesat jumlah café yang menjadi tempat interaksi sosial lintas gender dan usia. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap persepsi pemilik café terhadap modernitas dan regulasi syariat Islam, pemaknaan pengunjung terhadap penerapan syariat, serta bagaimana generasi muda menginternalisasi nilai-nilai modernitas yang berpotensi bertentangan dengan syariat Islam.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemilik café mendukung penerapan syariat Islam, namun tetap menjalankan bisnis dengan pendekatan modern yang ramah pengunjung. Di sisi lain, pengunjung café, terutama generasi muda, memiliki beragam pemaknaan terhadap syariat; sebagian mendukung penuh, namun sebagian lainnya mengabaikan nilai-nilai tersebut saat berada di café. Fenomena ini mencerminkan adanya ketegangan antara gaya hidup modern dan nilai-nilai syariat yang berlaku, sehingga diperlukan strategi integratif dari pemerintah dan pelaku usaha untuk menciptakan ruang publik yang modern namun tetap sejalan dengan prinsip-prinsip Islam.