'Iddah Terhadap Wanita yang Berzina Menurut Pendapat Mazhab Maliki

Siti Rahmi Sarjani, 111108859 (2019) 'Iddah Terhadap Wanita yang Berzina Menurut Pendapat Mazhab Maliki. Skripsi thesis, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

[thumbnail of Ketentuan menjalani masa ‘iddah bagi seorang isteri yang putus perkawinannya dalam Islam telah ditentukan oleh syara’. Tata cara menjalani dan kategori dari ‘iddah tersebut telah Allah terangkan Dalam Alquran dan Nabi perkuat dengan Hadis yang shahih. Dal]
Preview
Text (Ketentuan menjalani masa ‘iddah bagi seorang isteri yang putus perkawinannya dalam Islam telah ditentukan oleh syara’. Tata cara menjalani dan kategori dari ‘iddah tersebut telah Allah terangkan Dalam Alquran dan Nabi perkuat dengan Hadis yang shahih. Dal)
(Siti Rahmi Sarjani, 111108859, FSH, HK, 085275787940).pdf
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (3MB) | Preview

Abstract

Ketentuan menjalani masa ‘iddah bagi seorang isteri yang putus perkawinannya dalam Islam telah ditentukan oleh syara’. Tata cara menjalani dan kategori dari ‘iddah tersebut telah Allah terangkan Dalam Alquran dan Nabi perkuat dengan Hadis yang shahih. Dalam Alquran yang terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 228, menjelaskan ‘iddah wanita yang dithalak dengan menyucikan diri sebanyak tiga kali quru’, ayat 234 menjelaskan tentang ‘iddah karena kematian suami, Surat At-Thalaq ayat 4 menjelaskan tentang ‘iddah cerai dengan tiga bulan bagi yang tidak memilki haid lagi atau masih kecil, ‘iddah dengan melahirkan bagi isteri dalam keadaan hamil. Hadis Nabi menjelaskan pula tentang hal-hal yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh seorang isteri ketika menjalani masa ‘iddah. Seperti hadis Fathimah binti Qays, yang menjelaskan bagi yang ber’iddah untuk berdiam diri di rumah, hadis Subayyah binti Harits menjelaskan kebolehan menikah setelah menjalani ‘iddah melahirkan anaknya. Persoalan yang timbul adalah terjadi perbedaan pendapat diantara Ulama Fiqih tentang adanya ‘iddah yang dijalani oleh seorang wanita pezina sebelum ia melakukan pernikahan. Apakah ia harus menjalani ‘iddah atau tidak. Perbedaan pendapat ini timbul karena tidak adanya dalil yang langsung menunjukkan tentang permasalahan ini, sehingga para ulama memilki cara pandang yang berbeda dalam berpendapat. Metode penelitian skripsi ini adalah kepustakaan atau library research dan menggunakan penelitian deskriptif analisis terhadap pendapat-pendapat ulama dalam Mazhab Maliki. Hasil penelitian menurut Mazhab Maliki seorang wanita pezina sebelum melakukan pernikahan baik dengan pasangan zinanya ataupun dengan laki-laki lain haruslah menjalani masa ‘iddah terlebih dahulu selama tiga kali haid apabila ia tidak hamil, namun jika ia hamil maka ia menunggu sampai lahir kandungannya. Hal ini dikarenakan Mazhab Maliki menganggap apabila benih hasil zina yang rusak bercampur dengan benih hasil dari pernikahan yang sah yang dianggap suci, dapat menodai dari hakikat menghormati sebuah pernikahan. Menjalani masa ‘iddah dengan tiga kali suci pada wanita yang berzina disamakan pada bentuk ‘iddah pada wathi’ syubhat, karena ada kesamaan dalam hal berhubungan badan bukan dengan pasangan yang sah, namun dalam permasalaan berzina melakukannya secara sadar sedangkan wathi’ syubhat tidak sadar.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Subjects: 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X4 Fiqih > 2X4.3 Hukum Perkawinan (Munakahat) > 2X4.34 Iddah
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Hukum Keluarga
Depositing User: Siti Rahmi Sarjani Rahmi
Date Deposited: 06 Jan 2020 07:10
Last Modified: 06 Jan 2020 07:10
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/10381

Actions (login required)

View Item
View Item