Hukum Talak dalam Kondisi Mabuk Perspektif Ibn Rusyd

Kemala Dewi, 160101013 (2021) Hukum Talak dalam Kondisi Mabuk Perspektif Ibn Rusyd. Skripsi thesis, UIN Ar-Raniry.

[thumbnail of Tentang Hukum Talak dalam Kondisi Mabuk Perspektif Ibn Rusyd]
Preview
Text (Tentang Hukum Talak dalam Kondisi Mabuk Perspektif Ibn Rusyd)
Kemala Dewi, 160101013, FSH, HK, 081394359265.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (2MB) | Preview

Abstract

Para ulama masih silang pendapat tentang talak orang yang sedang mabuk. Ada ulama yang menyatakan talak orang yang sedang mabuk tidak jatuh. Sementara Salah satu tokoh ulama yang berbeda pendapat yaitu Ibn Rusyd menurutnya, talak orang mabuk dibolehkan, talaknya dipandang jatuh. Untuk itu, terdapat beberapa persoalan penting yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu dengan rumusan masalah adalah bagaimana perspektif Ibn Rusyd tentang hukum talak kondisi mabuk, dan bagaimana dalil dan metode istinbāṭ hukum Ibn Rusyd dalam menetapkan hukum talak dalam kondisi mabuk, dan bagaimana relevansi pendapat Ibn Rusyd terkait hukum talak dalam keadaan mabuk dalam konteks kekinian. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Ibn Rusyd, talak dalam kondisi mabuk dibagi ke dalam dua kriteria. Pertama, talak dalam kondisi mabuk yang mabuknya tidak disengaja, maka talaknya tidak sah dan tidak jatuh. Kedua, talak dalam kondisi mabuk yang mabuknya disengaja, maka talak suami jatuh. Orang mabuk berbeda dengan orang gila. Orang mabuk merusak akal sehatnya dengan keinginannya sendiri, sedangkan orang gila tidaklah seperti itu, hal itulah yang menyebakan talak orang mabuk tetap jatuh, hal itu merupakan bentuk pemberatan baginya. Dalil yang digunakan Ibn Rusyd mengacu pada QS. al-Baqarah [2] ayat 229, riwayat Malik dari Sa’id bin Musayyab dan Sulaiman bin Yasar, serta atsar sahabat, yaitu Umar Bin Khaththab yang menjatuhkan hukuman had kepada al-Muthallib bin Abi al-Bahtari yang menjatuhkan talak kepada isterinya saat ia sedang mabuk, sementara talak tetap diakui (dibolehkan) oleh Umar bin Khaththab. Adapun metode istinbath hukum yang digunakan Ibn Rusyd ialah metode bayani (melihat kaidah kebahasan) dan ta’lili (melihat ada tidaknya illat hukum). Dilihat dalam konteks kekinian, talak kondisi mabuk mungkin sekali ada dan terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hanya saja, talak suami dalam kondisi mabuk dan dilakukan di luar peradilan secara hukum tidak memiliki kekuatan hukum, kecuali suami mengajukan permohonan talak ke Mahkamah Syar’iyah atau Pengadilan Agama di tempat di mana berdomisili. Untuk itu, pandangan Ibn Rusyd tentang jatuhnya talak dalam kondisi mabuk yang disengaja tidak relevan dengan konteks saat ini, sebab talak hanya diakui di depan pengadilan.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Subjects: 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X4 Fiqih
300 Sociology and Anthropology (Sosiologi dan Antropologi) > 340 Law/Ilmu Hukum
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Hukum Keluarga
Depositing User: Kemala Dewi Kemala
Date Deposited: 16 Mar 2021 03:01
Last Modified: 16 Mar 2021 03:01
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/16472

Actions (login required)

View Item
View Item