Penerapan Hukum Cambuk di Aceh (Legalitas, Efektifitas & Konteks)

Kehadiran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) telah membawa Aceh memperoleh kedudukan dalam melaksanakan keistimewaannya di bidang syariah termasuk jinayat (hukum pidana Islam) yang dipertegasi melalui Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat sebagai dasar Juridis Hukum Pidana Islam. Pro-kontra terhadap lahir Qanun 2014 silam ini sudah barang tentu ada. Namun, bagaimanapun kontroversi yang ada, Qanun Jinayah Aceh tetap merupakan produk hukum yang sah dan diakui di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kajian ini akan mengkaji menyangkut tentang kedudukan dan aspek hukum cambuk dalam hukum jinayat di Aceh, dalam pengumpulan data peneliti menggunakan metode deskriptif analitis dengan teknis analisis data menggunakan pendekatan content analysis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, belum efektinya dilakukan hukuman cambuk di Aceh, dan masih terdapat kendala terhadap pelaksanaan hukuman cambuk saat ini, terutama dalam sisi finansial yaitu anggaran untuk kegiatan prosesi hukuman cambuk dengan nominal cukup besar dan dibebankan kepada Anggaran Pembelanjaan Daerah, sehingga menyebabkan Pemerintah Daerah terbeban dan tidak mampu menyediakan anggaran yang begitu besar dalam proses pelaksanaan hukum cambuk. Kedua Legalitas hukum cambuk dalam kontek hukum nasional dan hukum jinayat di Aceh sama-sama memiliki kedudukan yang jelas sebagai bentuk hukuman yang sah dalam kerangka sistem Perundang-Undangan Indonesia maupun sistem Hukum Islam. Ketiga, konteks hukum cambuk di Aceh berdasarkan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 merupakan suatu sumber berdasarkan hukum Islam.