Sudah lumrah dipahami oleh para pakar sejarah kalau Aceh dahulukala merupakan salah satu Negara yang berdaulat, bermartabat dan berpengaruh dalam percaturan politik antarabangsa ketika bergelar dengan nama Kerajaan Aceh Darussalam. Di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam Aceh menjadi lima besar Negara adidaya dunia pada masa itu. Tatkala itulah kerajaan meletakkan Al-Qur”an, Al-Hadits, Ijmak dan Qiyas sebagai sumber hukum Negara, itu menjadi sesuatu yang luarbiasa untuk diukur hari ini di mana para penguasa Negara sangat tidak menyatu dengan sumber hukum Islam tersebut.
Penelitian yang menggunakan metode historis ini menghasilkan sejumlah data menarik dan akurat yang dapat disajikan untuk keperluan masyarakat umum. Pertama sekali Negara meletakkan sumber hukum Islam sebagai sumber hukum Negara, kemudian Negara memiliki sejarah akurat sebagai tempat paling awal dan utama Islam bertapak di nusantara sehingga antara Islam dengan Negara selalu rukun dan tidak pernah bertolakbelakang seperti hari ini. Masa itu kerajaan memiliki wilayah-wilayah khusus yang disebut peringkat wilayah seperti Tingkat Pusat, Tingkat Nanggroe (Negeri), Tingkat Mukim, Tingkat Gampong, Pengurusan Daerah-Daerah Tanah Jajahan dan Pengurusan Daerah-Daerah Tanah Bebas.
Selain itu ditemukan juga beberapa sumber sejarah Aceh tempo dulu seperti; Taj Al-Salatin, Bustanus Salatin dan Adat Aceh. Ada pula beberapa raja megah yang tercatat dalam sejarah kerajaan Aceh waktu itu adalah; Ali Mughaiyat Syah (1513-1530), Al-Kahhar (1537-1571), Iskandar Muda (1607-1738) dan Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Syah
(1641-1699). Kesemua mereka telah tercatat sebagai raja-raja Aceh yang terkenal karena kepemimpinannya yang menyatu dengan rakyat dan melawan musuh-musuh Negara.