Batas usia perkawinan yang telah ditetapakan di Indonesia dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 pasal 7 ayat (1) tentang Perkawinan yaitu batas usia untuk melangsungkan perkawinan bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun. Namun ketentuan tersebut dapat dikesampingkan dengan ketentuan pasal 7 ayat (2) yaitu orang tua dapat mengajukan permohonan dispensasi pernikahan ke pengadilan agama dengan alasan dan bukti yang mendesak. Adanya ketentuan hukum tersebut dapat mengakibatkan praktik perkawinan usia anak masih terjadi. Hal tersebut tentu bertentangan dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pasal 26 ayat 1 poin c yang menyatakan bahwa orang tua berkewajiban untuk mencegah terjadinya perkawinan usia anak. Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa ketidakkonsistennya pemerintah dalam upaya pencegahan perkawinan usia anak yang merupakan salah satu bentuk dari perlindungan anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dispensasi perkawinan dari perspektif hukum perlindungan anak, dampak dari dispensasi perkawinan terhadap upaya pencegahan perkawinan anak di Kec. Mesjid Raya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian yuridis empiris. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, dokumentasi dan studi perpustakaan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa tingkat permohonan meningkat pasca revisi Undang-Undang Perkawinan sehingga menyebabkan upaya pencegahan perkawinan anak sulit dilakukan sebagai salah satu bentuk perlindungan anak.