Pembatalan Perkawinan Terhadap Wanita Yang Sudah Dikhitbah Orang Lain (Studi Perbandingan Mazhab Mālikī Dan Syāfi’ī)

Miftahul Jannah, 190103037 (2024) Pembatalan Perkawinan Terhadap Wanita Yang Sudah Dikhitbah Orang Lain (Studi Perbandingan Mazhab Mālikī Dan Syāfi’ī). Other thesis, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.

[thumbnail of Pembatalan Perkawinan Terhadap Wanita Yang Sudah Dikhitbah Orang Lain (Studi Perbandingan Mazhab Mālikī Dan Syāfi’ī)] Text (Pembatalan Perkawinan Terhadap Wanita Yang Sudah Dikhitbah Orang Lain (Studi Perbandingan Mazhab Mālikī Dan Syāfi’ī))
SKRIPSI GABUNG (1).pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (1MB)

Abstract

Kajian ini membahas pendapat mazhab Mālikī dan Syāfi’ī tentang pembatalan perkawinan terhadap wanita yang sudah dikhitbah. Kedua mazhab berbeda dalam hukum menikahi wanita yang sudah dikhitbah orang lain. Untuk itu masalah yang diangkat adalah bagaimana pandangan ulama mazhab Mālikī dan mazhab Syāfi’ī mengenai hukum pembatalan perkawinan terhadap wanita yang sudah dikhitbah orang lain, dan bagaimana dalil dan metode istinbat yang digunakan kedudnya, serta bagaimana relevansi pendapat kedua mazhab terhadap persoalan kawin lari yang terjadi saat ini?. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan konseptual (conceptual approach), jenis penelitian hukum normatif (doctrinal), adapun sifat analisis penelitian ini ialah komparatif-analisis. Temuan penelitian menunjukkan bahwa menurut mazhab Mālikī, perkawinan wanita yang sudah dikhitbah orang lain dapat dibatalkan dengan jalan fasakh nikah. Fasakh ini berlaku karena pernikahan laki-laki pelamar kedua tidak sah dan haram. Adapun mazhab Syāfi’ī, perkawinan di antara laki-laki pelamar kedua dengan wanita yang sudah dikhitbah orang lain tetap sah, meski pelakunya berdosa karena menyakiti hati orang lain. Dalil hukum mazhab Mālikī dan Syāfi’ī sama-sama menggunakan dalil hadis riwayat Imam Al-Bukhari, yaitu tentang adanya larangan mengkhitbah perempuan yang sudah dikhitbah orang lain. Kedua ulama mazhab berbeda dalam menilai konsekuensi hadis itu, apakah dapat membatalkan pernikahan atau tidak. Menurut mazhab Mālikī, larangan tersebut bersifat pasti dan berkonsekuensi pada pernikahan. Mereka juga merujuk hadis riwayat Imam Muslim terkait ditolaknya satu amalan yang tidak ada perintah mengerjakannya. Menurut mazhab Syāfi’ī, larangan tersebut hanya berlaku pada aspek hukum khitbah saja, bukan larangan menikah. Dalil mazhab Syāfi’ī lainnya ialah dalil qiyas, menganalogikan dengan sahnya wudhuk orang dengan menggunakan air orang lain meskipun ia berdosa. Berdasarkan dalil-dalil tersebut, metode istinbat mazhab Mālikī ialah bayani dan metode ulama mazhab Syāfi’ī adalah ta’lili. Dilihat dari relevansi pendapat ulama mazhab Mālikī dan Syāfi’ī terhadap persoalan kawin lari yang terjadi saat ini, maka pandangan ulama mazhab Syāfi’ī lebih relevan.

Item Type: Thesis (Other)
Subjects: 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X4 Fiqih > 2X4.3 Hukum Perkawinan (Munakahat) > 2X4.38 Perbandingan Munakahat dengan Hukum Perkawinan Lain
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Perbandingan Mazhab
Depositing User: Miftahul Jannah Miftah
Date Deposited: 27 Aug 2024 03:23
Last Modified: 27 Aug 2024 03:23
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/38358

Actions (login required)

View Item
View Item