Penelitian ini akan membahas tentang pandangan masyarakat Banda Aceh terhadap perpanjangan masa jabatan kepala desa. Berdasarkan pasal 39 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024, fenomena ini bermula dari adanya aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia di depan gedung DPR RI. Aksi unjuk rasa tersebut bertujuan untuk menuntut perubahan masa jabatan kepala desa yang sebelumnya ditetapkan selama 9 tahun menjadi 8 tahun. Fenomena ini meluas di seluruh Indonesia, termasuk wilayah Kota Banda Aceh. Apdesi Banda Aceh telah memberikan tanggapannya, dan beberapa tokoh masyarakat Banda Aceh menyampaikan pendapatnya terkait pembahasan perpanjangan masa jabatan kepala desa. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang disesuaikan dengan fenomena sosial yang ada untuk mengumpulkan data melalui wawancara mendalam, pengamatan yang cermat, dan pencatatan yang cermat. Toh, hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang menolak perpanjangan masa jabatan keuchik (kepala desa). Meskipun demikian, peraturan yang telah disetujui bersifat mengikat, sehingga pendapat masyarakat terhadap keuchik tetap akan diperhitungkan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa masyarakat memandang kepala desa dengan sentimen positif dan negatif yang beragam. Sentimen positif dan negatif menunjukkan bahwa banyak yang tidak mempercayai keuchik situasi yang sangat bermasalah jika kepala desa ingin memperpanjang masa jabatannya.