Pala (Myristica fragrans) berasal dari Kepulauan Banda, Maluku, dan menjadi komoditas perdagangan penting sejak era Romawi. Pada abad ke-6 M, pala mulai menyebar ke India dan Konstantinopel, sementara Aceh berperan sebagai pusat perdagangan rempah di Selat Malaka. Kabupaten Aceh Selatan dikenal sebagai sentra penghasil pala terbaik di Aceh, dengan luas lahan yang meningkat 25% per tahun 2010-2022, meski petani menghadapi tantangan seperti penurunan harga dan serangan hama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah budidaya, pengembangan dan pemsaran pala di Aceh Selatan dan Potensi pala di Aceh Selatan bagi program nasional jalur rempah. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif di laksanakan pada tanggal 01 Mei 2024, sampai dengan selesai. Teknis analisis data data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip wawancara, atau bahan-bahan yang ditemukan di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejarah perkembangan pala di Aceh Selatan dimulai pada abad ke-16, ketika pedagang Eropa mulai tertarik. Pala diperkenalkan ke daerah ini karena iklim dan tanah yang ideal, dan menjadi komoditas utama untuk ekspor. Pada awal abad ke-20, teknologi pertanian modern meningkatkan produksi dan memperkuat identitas budaya masyarakat Aceh. Potensi pala sangat signifikan bagi program nasional jalur rempah, karena dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan melestarikan pengetahuan lokal. Kolaborasi antara pemerintah, petani, dan sektor swasta diperlukan untuk menciptakan ekosistem yang mendukung. Penelitian ini bertujuan mengkaji sejarah budidaya dan pengembangan pala, menganalisis pola pemasaran, serta menilai potensi pala dalam program jalur rempah. Diharapkan, hasil penelitian ini dapat meningkatkan daya saing dan melestarikan warisan budaya daerah.