Pertanian di Kabupaten Aceh Selatan menghadapi permasalahan yang tidak hanya berdampak pada produktivitas tetapi juga keberlanjutan sektor ini, di mana dinamika politik turut memengaruhi penanganannya. Keterbatasan infrastruktur pertanian, seperti saluran irigasi yang tidak optimal, menjadi isu utama, namun alokasi anggaran untuk perbaikannya sering kali bergantung pada prioritas politik pemerintah daerah. Akibatnya, petani harus menghadapi kesulitan tambahan berupa tanah yang kurang subur dan menurunnya produktivitas lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana implementasi kebijakan pemerintah Kabupaten Aceh Selatan di bidang pertanian dan tantangan-tantangan yang muncul, termasuk pengaruh politik dalam menentukan distribusi sumber daya dan keberpihakan terhadap wilayah tertentu. Metode dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan deskriptif. Teori yang digunakan dalah teori implementasi kebijakan pemerintah yang dikemukakan oleh James Anderson. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dalam bidang pertanian dilakukan melalui langkah-langkah strategis yang mencakup (1) pengajuan tujuan program yang jelas, (2) penyusunan perencanaan yang terarah, dan (3) penciptaan program yang berkelanjutan, meskipun langkah-langkah ini tidak sepenuhnya bebas dari pengaruh politik. Pemerintah menyatakan komitmennya untuk secara berkala mengukur dan mengevaluasi dampak kebijakan yang dijalankan guna memastikan efektivitasnya, namun tantangan berupa tekanan politik dan kepentingan tertentu dapat mempengaruhi keberhasilan program yang merata. Tantangan implementasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dalam bidang pertanian adalah keterbatasan anggaran yang dipengaruhi oleh rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan alokasi yang sering kali diprioritaskan untuk sektor lain yang lebih strategis secara politik, membatasi kemampuan pemerintah dalam menyediakan program pendukung dan bantuan teknis bagi petani secara optimal. Selain itu, infrastruktur yang tidak memadai, seperti akses jalan menuju lahan pertanian, irigasi yang tidak optimal terutama di wilayah yang bukan menjadi basis politik bupati terpilih, sehingga menghambat produktivitas dan distribusi hasil pertanian. Tantangan lainnya adalah kondisi demografi lahan pertanian yang beragam, dengan kesuburan tanah, luas kepemilikan lahan, dan lokasi yang terpencil menjadi isu yang membutuhkan strategi khusus, namun sering kali kurang mendapatkan perhatian dalam kebijakan, terutama jika wilayah tersebut tidak dianggap memiliki nilai politis yang signifikan.