Rizkan Fujar, 180103034 (2025) Hukum Perempuan Menjadi Pemimpin (Studi Perbandingan Kitab Raudhatut Thalibin Dan Kitab Al Muhalla). Other thesis, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
![[thumbnail of Hukum Perempuan Menjadi Pemimpin (Studi Perbandingan Kitab Raudhatut Thalibin Dan Kitab Al Muhalla)]](https://repository.ar-raniry.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
Rizkan Fujar, 180103034, FSH, PM - Cover - bab 1.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.
Download (3MB)
![[thumbnail of Hukum Perempuan Menjadi Pemimpin (Studi Perbandingan Kitab Raudhatut Thalibin Dan Kitab Al Muhalla)]](https://repository.ar-raniry.ac.id/style/images/fileicons/text.png)
Rizkan Fujar, 180103034, FSH, PM.pdf - Published Version
Restricted to Repository staff only
Available under License Creative Commons Attribution.
Download (3MB) | Request a copy
Abstract
Kepemimpinan perempuan masih menimbulkan polemik ditengah-tengah masyarakat, hal ini dibuktikan ketika memasuki masa pemilihan umum politik indentitas masih digaungkan terhadap persoalan gender terkait dengan layaknya perempuan menjadi pemimpin. Dalam literatur hukum Islam persoalan kepemimpinan perempuan telah dikaji oleh ulama fikih, yang mnarik dari kajian yang dilakukan Ulama ditemukan perbedaan metode istinbat hukum yang mebuat fikih menjadi dinamis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dasar hukum tentang kebolehan perempuan menjadi pemimpin dan untuk mengetahui metode istimbat hukum antara Kitab Raudhatut Thalibin Imam Nawawi dengan Kitab Al Muhalla Ibnu Hazm terhadap kebolehan perempuan menjadi pemimpin. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan tipe penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kedudukan pemimpin perempuan dalam Islam sampai saat ini masih menuai dialetika. Dalam kitab Raudhatut Thalibin Imam An-Nawawi menerangkan bahwa perempuan tidak dibolehkan diangkat sebagai pemimpin. Karena syarat untuk menjadi pemimpin harus bertanggung jawab, seorang muslim bukan muslimah, artinya pemimpin itu harus dari kaum laki-laki bukan dari kaum perempuan, adil, bijaksana, berilmu, rajin, berani, berpendapat dan berkecukupan dalam mendengar, melihat, berbicara dari kaum Quraisy, dan dalam kondisi aman dari semua anggota, seperti tangan, kaki, dan telinga pemenuhan gerak dan kecepatan bangun dan lebih tepat. Dalam mengistimbath hukumnya An-Nawawi menggunakan metode istimbath sesuai dengan apa yang telah dirumuskan oleh Imam Syafi’i dalam kitab Al-Risalah. Sedangkan Ibnu Hazm berpendapat terkait dengan kebolehan perempuan menjadi pemimpin dalam kitab Al-Muhalla diqiyaskan pada persoalan kebolehan perempuan diangkat sebagai hakim. Selain berpedoman pada hujah, Ibnu Hazm berpegang teguh pada kaedah “al-Asliyyah al-Bara’ah”, asal semua urusan adalah selagi tiada nash yang melarangnya, maka hukumnya adalah boleh.
Item Type: | Thesis (Other) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Perempuan, Pemimpin, Raudhatut Thalibin, Al Muhalla |
Subjects: | 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X0 Islam |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Perbandingan Mazhab |
Depositing User: | Rizkan Fujar |
Date Deposited: | 20 Jan 2025 07:08 |
Last Modified: | 20 Jan 2025 07:08 |
URI: | https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/42825 |