Dalam pemberian fasilitas pembiayaan konsumen, perusahaan pembiayaan membutuhkan suatu jaminan dari konsumen salah satunya dengan adanya penjamin. Penjamin kredit berperan untuk membayar sejumlah kewajiban debitur kepada kreditur apabila si debitur (peminjam) tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada kreditur (pemberi pinjaman) maka si penjaminlah yang harus membayarnya. Akan tetapi praktik yang terjadi pada PT. FIF Cabang Ulee Kareng adalah banyaknya penjamin yang diajukan oleh debitur kepada kreditur pada saat mengadakan perjanjian kredit tanpa sepengetahuan penjamin, di mana pihak debitur tidak menanyakan dan meminta persetujuan pihak penjamin untuk menjadi penjamin atas perjanjian kredit yang debitur lakukan. Dari latar belakang tersebut melahirkan tiga rumusan masalah yaitu: (1) Bagaimanakah prosedur penagihan tunggakan debitur di PT. FIF Syariah cabang Ulee Kareng, (2) Bagaimanakah kedudukan penjamin (kafil) dalam pembelian kendaraan bermotor secara kredit di PT. FIF Syariah cabang Ulee Kareng, dan (3) Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap kedudukan penjamin (kafil) dalam pembelian kendaraan bermotor secara kredit di PT. FIF Syariah cabang Ulee Kareng. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa, pertama prosedur penagihan tunggakan pada debitur adalah dengan memberikan somasi sebanyak tiga kali kepada debitur dan apabila tidak ada tanggapan dari debitur maka pihak PT. FIF Syariah cabang Ulee Kareng akan melakukan penarikan motor debitur. Kedua kedudukan penjamin pada pembeliaan kendaraan bermotor adalah sebagai pihak yang membayar tunggakan debitur pada PT. FIF Syariah cabang Ulee Kareng. Ketiga berdasarkan rukun dan syarat penjamin (kafil) yang diterapkan pada PT. FIF Syariah cabang Ulee Kareng sudah sesuai dengan Fatwa DSN NO. 11 Tahun 2000. Sedangkan dalam praktik yang diterapkan oleh PT. FIF Syariah cabang Ulee Kareng tidak sesuai dengan ketentuan pasal 293,301, dan 317 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.