Rumah susun sewa Gampong Lampulo merupakan salah satu harta milik negara yang harus dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan umum, terutama bagi nelayan dan pelaku perikanan prasejahtera. Namun, penggunaan bangunan rusunawa seringkali tidak sesuai dengan tujuan awal peruntukannya. Padahal fasilitas ini dirancang untuk memberikan perlindungan bagi nelayan, khususnya bagi anak buah kapal agar dapat memperoleh tempat tinggal yang layak huni dalam wilayah besar kota Banda Aceh. Permasalahan yang menjadi objek kajian yaitu bagaimana penentuan penyewa yang dilakukan oleh pihak pengelola untuk memastikan kesesuaian peruntukan bangunan rusunawa, kedua bagaimana tindakan hukum terhadap penyewaan dan pemanfaatan bangunan rusunawa untuk pihak yang sesuai ketentuan legalitas, dan ketiga bagaimana tinjauan milk al-daulah dan UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun terhadap pemanfaatan rusunawa di Gampong Lampulo. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, dan jenis penelitian deskriptif, serta teknik pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Dari hasil penelitian, penentuan penyewa dilakukan oleh pihak pengelola dari Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh sesuai dengan ketentuan dan kriteria penghuni yaitu nelayan yang berdomisili di Lampulo, Penanganan penyalahgunaan peruntukan dan fasilitas rusunawa yang dilakukan oleh pihak pengelola melalui pemberian peringatan sebanyak 3 kali, mediasi, pencabutan hak sewa, dan pengaduan ke aparat hukum. Pemanfaatan rusunawa oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh masih belum sepenuhnya selaras dengan konsep milk al-daulah, karena masih ada ketidaksesuaian dalam peruntukan yang tidak sepenuhnya sejalan dengan aspek legalitas bagi para penghuni. Oleh karena itu, pengelola rusunawa perlu memperketat pengawasan serta melakukan evaluasi menyeluruh dalam pegelolaan dan pemanfaatannya bagi penghuni rusunawa Gampong Lampulo.