Fasakh Nikah dengan Alasan Suami Miskin (Studi Perbandingan antara Ulama Syafi’iyyah dan Hukum Positif di Indonesia)

Muhammad Habibi, 140103001 (2018) Fasakh Nikah dengan Alasan Suami Miskin (Studi Perbandingan antara Ulama Syafi’iyyah dan Hukum Positif di Indonesia). Skripsi thesis, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

[thumbnail of Membahas tentang Fasakh Nikah dengan Alasan Suami Miskin]
Preview
Text (Membahas tentang Fasakh Nikah dengan Alasan Suami Miskin)
Muhammad Habibi.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (4MB) | Preview
[thumbnail of Membahas tentang Fasakh Nikah dengan Alasan Suami Miskin]
Preview
Text (Membahas tentang Fasakh Nikah dengan Alasan Suami Miskin)
Form B dan Form D.pdf - Published Version
Available under License Creative Commons Attribution.

Download (431kB) | Preview

Abstract

Dalam sebuah keluarga terkadang perbuatan menyakitkan timbul dari sebab terpaksa (tanpa disengaja), bukan atas keinginan suami, seperti karena suami dalam keadaan miskin atau jatuh miskin sehingga tidak mempunyai nafkah lagi untuk memenuhi hak-hak istri berupa makanan, pakaian dan rumah dalam waktu tertentu, yang membuat istri meminta berpisah dengan suami dengan jalan perceraian (fasakh). Mengenai permasalahan istri meminta fasakh (mengguat cerai suami) dengan alasan miskin terdapat perbedaan pendapat antara Ulama Syafi’iyyah dan Hukum Positif di Indonesia tentang ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh keduanya. Penelitian ini ingin menjawab pertanyaan bagaimana ketentuan fasakh nikah dengan alasan miskin menurut Ulama Syafi’iyyah dan Hukum Positif di Indonesia. Untuk mendapatkan jawaban, penulis menggunakan sumber data primer dan data sekunder. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode Deskriptif Komparatif yaitu penelitian dengan cara menganalisis dan membandingkan pendapat-pendapat, alasan-alasan dan penafsiran terhadap dalil yang digunakan sebagai sandaran pendapat kedua kelompok tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fasakh nikah dengan alasan miskin menurut Ulama Syafi’iyyah boleh dan sah dilakukan dengan syarat; 1) Istri berkhiar antara bersabar atau bercerai, 2) Ketetapan hakim, berupa; a. penetapan status miskin sesuai ketentuan, b. pemberian kesempatan kepada suami untuk bekerja mencari nafkah, c. masa pelaksanaan fasakh tiga hari setelah istri melapor. 3) Dipisahkan dengan lafal fasakh bukan talak, dan tetap memiliki tiga kali hak talak jika dikemudian hari hendak menikah lagi dengan akad yang baru. Sedangkan menurut Hukum Positif di Indonesia fasakh nikah dengan alasan miskin boleh dan sah dengan syarat, 1) terjadi syikak antara istri dan suami, 2) istri membuat surat gugatan cerai, 3) Ketetapan hakim yaitu pembuktian suami miskin secara makruf, 4) Putusan pengadilan menjatuhkan talak satu bain sughra. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa, ketentuan fasakh nikah dengan alasan miskin menurut pendapat ulama Syafi’iyyah lebih baik dan adil karena didukung oleh landasan yang kuat serta paling sesuai dengan jiwa, dasar dan prinsip syariat Islam. Olehkarenanya di Indonesia membutuhkan aturan yang lebih eksplisit tentang fasakh (cerai gugat) dengan alasan suami miskin.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information: Pembimbing :L 1. Prof. Dr. Syahrizal Abbas, M.A. 2. Sitti Mawar, S.Ag, M.H
Uncontrolled Keywords: Fasakh, Miskin
Subjects: 200 Religion (Agama) > 297 Islam > 2X4 Fiqih > 2X4.3 Hukum Perkawinan (Munakahat) > 2X4.336 Fasakh
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > S1 Perbandingan Mazhab
Depositing User: Muhammad Habibi Mahyuddin Zainuddin
Date Deposited: 12 Apr 2019 04:00
Last Modified: 12 Apr 2019 04:00
URI: https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/6750

Actions (login required)

View Item
View Item